Penderitaan dan Terkaman Hewan Buas Mewarnai Tanam Paksa di Cirebon

By Galih Pranata, Jumat, 13 Mei 2022 | 11:00 WIB
Potret petani lokal dalam penerapan kebijakan Tanam Paksa (Cultuurstelsel) di Hindia-Belanda sejak 1830.
Potret petani lokal dalam penerapan kebijakan Tanam Paksa (Cultuurstelsel) di Hindia-Belanda sejak 1830. (Het-Cultuurstelsel/Kolonialisme Jouwweb Nederlands)

Nationalgeographic.co.id—Pada 1830, Johannes van den Bosch resmi menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Berikutnya, ia mengeluarkan kebijakan Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) di seluruh wilayah kolonial.

"Sejak saat itu, ekonomi barat dengan sistem uangnya mulai menyebar dari perkotaan dan merasuk ke wilayah pedesaan, bahkan hingga satuan wilayah yang terkecil," tulis Tendi dalam jurnalnya.

Tendi menulis dalam jurnal Dialektika dengan judul Perkembangan Sosio-ekonomi dan Perkebunan Masyarakat Kuningan, 1830-1870 yang terbit pada 2017.

Sistem Tanam Paksa merupakan suatu peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial, mewajibkan setiap desa yang ada untuk menyisihkan 20% tanahnya guna ditanami oleh komoditi ekspor: kopi, tebu, dan nila.

"Selanjutnya, hasil bumi yang ada di desa tersebut akan dibeli kembali oleh pemerintah namun dengan harga yang sudah ditentukan secara sepihak," imbuhnya.

Demi meraup keuntungan sebesar-besarnya, pemerintah kolonial terkadang dengan kejam menggusur lahan pertanian masyarakat agar mereka dapat mempergunakannya.

Lukisan Gubernur Jenderal Jean Chrétien Baron Baud (1789 – 1859) karya Raden Saleh, 1835. Dia menggantikan Johannes van den Bosch, memerintah pada 1834 – 1836. Dia melanjutkan Cultuurstelsel yang menyengsarakan rakyat Hindia. (Rijksmuseum Amsterdam)

Secara resmi, tanah yang harus disediakan hanya seperlima dari keseluruhan luas desa. Namun praktiknya, ketentuan ini sering dilanggar sehingga melampaui ketentuan yang ada.

Pada permulaan Sistem Tanam Paksa, dataran tinggi di Jawa Barat dijadikan sebagai sebagai pusat penanaman tarum atau nila. Meski dibarengi dengan penanaman komoditas lain, seperti kopi, tebu, dan teh, van den Bosch tetap menganggap bahwa tanaman nila lah yang akan menjadi komoditas unggulan tanam paksa.

Berdasarkan penelitian Inspektur Tanaman, G.E. Tesseire, disimpulkan bahwa Priangan dapat menghasilkan panen yang memenuhi sebagian besar jumlah penghasilan nila yang dibutuhkan.

Kawah di puncak Gunung Ciremai. (KITLV)

Menurut Jan Breman dalam penelitian Tendi, "Cirebon dianggap sebagai tempat yang cocok oleh pemerintah kolonial untuk perkebunan nila dan produksinya dapat dilipatgandakan meski dalam waktu yang sangat singkat."