Nationalgeographic.co.id—Raja Mataram dianggap selangkah lebih maju untuk menguasai hampir seluruh Priangan. Namun, dia harus berhadapan dengan calon penguasa baru yang merajai sektor perkebunan dan perniagaan, VOC.
Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC, Kongsi Dagang Belanda di Hindia-Timur) muncul sebagai kekuatan baru di Tanah Sunda. Kastel Batavia menjadi kantornya.
Mataram bukan berarti berpangku tangan, dengan segala kekuatannya mereka berupaya mengepung untuk menaklukkan para kompeni di Batavia. Meski, pada akhirnya mereka gagal.
"Sesudah gagal mengepung Batavia pada tahun 1628-1629, penguasa Mataram secara berangsur-angsur harus melepaskan semua tuntutannya atas wilayah Jawa bagian barat (Priangan)," tulis Jan Breman.
Breman menulis dalam bukunya yang diterjemahkan, berjudul Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa: Sistem Priangan dari Tanam Paksa Kopi di Jawa, 1720-1870. Bukunya diterbitkan pada 2014.
Mundurnya Mataram, mengembalikan aspirasi para raja dari pesisir utara dalam meluaskan lagi cengkeramannya yang sebelumnya terlepas atas wilayah pedalaman. VOC berhasil menghalangi segala upaya itu dan di tahun·tahun selanjutnya.
Pertama-tama, VOC hanyalah melakukan pengawasan di pedalaman seputar markas pusat kotanya. Daerah pedalaman ini yang semula hanya meliputi tanah seluas beberapa kilometer persegi, dengan berjalannya waktu meluas, baik dalam panjang maupun lebarnya.
Guna memenuhi kepentingan keamanan di pedalaman, VOC menempatkan pos militer. Namun, yang sangat penting adalah pemanfaatan daerah sekitar Batavia untuk sarana pangan dan penyalur bahan bangunan untuk kota Batavia.
"Para pihak swasta memperoleh izin membuka lahan untuk penanaman padi, sayur-mayur, dan tanaman keperluan sehari-hari lainnya," imbuhnya.
Beberapa waktu kemudian, ladang pertanian juga beralih ke produksi tanaman untuk keperluan ekspor. Para pemegang konsesi pertama adalah orang Eropa, Cina dan, dalam jumlah yang jauh lebih sedikit, orang Jawa.
Kelompok orang Jawa secara berkala menghilang dari arena usaha akibat kalah bersaing dan diskriminasi sosial, sementara unsur Cina semakin menguat. Bahkan, orang-orang Cina diangkat sebagai tenaga pengawas oleh para pemegang konsesi Eropa.