Perempuan Berisiko Terjebak di Kendaraan Usai Kecelakaan, Kenapa?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 19 Mei 2022 | 08:00 WIB
Ilustrasi kecelakaan di jalan raya. (GummyBone/Getty Images/iStockphoto)

 

Nationalgeographic.co.id—Sebuah studi di jurnal BMJ Open pada 3 Mei 2022, melaporkan bahwa wanita dua kali lebih mungkin terjebak di dalam kendaraan setelah kecelakaan. Wanita juga berisiko mengalami pola cedera yang berbeda dibandingkan pria.

Makalah itu dibuat oleh para peneliti yang dipimpin oleh Tim Nutbeam, konsultan pengobatan darurat di University Hospitals Plymouth, Inggris. Mereka mengamati data dari lebih dari 70.000 pasien yang dirawat di pusat dan unit trauma utama  di Inggris dari Januari 2012 sampai Desember 2019.

"Saya pikir yang paling penting adalah ini menunjukkan bahwa wanita dan pria memiliki pengalaman terjebak yang berbeda—bahwa wanita yang terjebak tidak sama dengan pria yang terjebak," kata Lauren Weekes, konsultan anestesi di University Hospital Plymouth yang terlibat dalam studi, di the Guardian.

Penelitian ini berawal dari Nutbeam dan rekan-rekan membaca buku berjudul Invisible Woman karya Caroline Criado Perez. Buku itu menyoroti bagaimana wanita lebih mungkin terluka parah dalam kecelakaan mobil berdasarkan tes tabrakan dengan boneka yang dimodelkan.

“Uni Eropa saat ini sedang dalam proses memperkenalkan undang-undang baru, yang untuk pertama kalinya akan menyatakan bahwa penumpang mobil wanita harus dilindungi seperti penumpang pria,” kata Perez.

“Saya sangat berharap penelitian semacam ini akan memfokuskan pikiran mereka di pemerintaha yang memiliki kekuatan untuk memastikan bahwa perempuan tidak lagi terluka dan tewas secara tidak proporsional dan tidak perlu jika terjadi kecelakaan di mobil.”

Menurut temuan para peneliti, pria mungkin lebih terlibat dalam kecelakaan serius dan dirawat di rumah sakit. Tetapi, 16 persen Wanita akan terjebak di dalam reruntuhan setelah kecelakaan, dibandingkan pria yang hanya sembilan persen.

Penyebab mengapa wanita lebih mungkin terjebak karena cedera yang didapat membuat mereka lebih sulit untuk melarikan diri. Wanita mengalami lebih banyak cedera pinggul dan tulang belakang, sedangkan pria lebih banyak menderita cedera kepala, wajah, dada, dan aggota tubuh.

“Misalnya, wanita memiliki tingkat cedera pinggul yang jauh lebih tinggi, dan lebih sulit untuk keluar dari mobil sendiri jika panggul Anda patah,” kata Weekes di The Guardian.

Alasan lainnya adalah cara mengemudi pria dan wanita yang berbeda. Pria yang terlibat dalam lebih banyak kecelakaan dari depan, dan lebih mungkin berada di kursi pengemudi, dibandingkan wanita. Sehingga, wanita sangat lebih mungkin terluka karena membentur setir atau air bag.

Selain itu, ketika wanita mengemudi, mereka menempatkan kursinya lebih dekat ke setir. Akibatnya jika terjadi kecelakaan membuat mereka terjebak keluar karena ruang sekitarnya sempit.

  

Baca Juga: Konversi Kendaraan Klasik dari Bensin ke Listrik Populer di Australia

Baca Juga: Dalam Buruknya Lalu Lintas, Ada Korelasi Pemerintahan yang Korup

Baca Juga: Kisah Tragis Reichelt Saat Uji Parasutnya dari Menara Eiffel

Baca Juga: Kecelakaan Pesawat yang Mengubah Arah Sejarah Dirgantara Dunia

  

Namun untuk beberapa kasus, mungkin bentuk tubuh juga berperan, meski dalam percobaan dimodelkan secara tidak akurat dalam simulasi kecelakaan.

“Kita tahu bahwa panggul wanita, bahkan untuk tinggi dan berat badan, jauh lebih lebar daripada pria, jadi boneka uji tabrak yang digunakan untuk simulasi kecelakaan lebih mirip gadis praremaja berusia 12 tahun daripada wanita dewasa,” terang Weekes. “Jika Anda memikirkan di mana letak panggul wanita dalam hubungannya dengan pintu, itu akan jadi lebih dekat.”

“Tes tabrak adalah standar, dan oleh karena itu data dari itu harus dapat melindungi pria dan wanita secara setara. Tetapi jika produsen tidak menggunakan boneka yang akurat secara biologis, bagaimana mereka tahu bahwa ini masalahnya?”

Weekes menambahkan, mengetahui perbedaan jenis kelamin dalam pola cedera dapat membantu paramedis memprediksi jenis cedera yang terjadi pada seseorang. Sehingga, dapat membantu untuk mencari cara yang tepat untuk memberikan perawatan pada pasien.

"Ini juga dapat membantu produsen kendaraan mengarahkan sistem keselamatan untuk melindungi pria dan wanita secara setara,” tambahnya.