Pembentukan Cagar Alam Semasa Hindia Belanda oleh S.H. Koorders

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 23 Mei 2022 | 16:07 WIB
Sijfert Hendrik Koorders, rimbawan dan peneliti botani di Kebun Raya Bogor. Dia mendirikan asosiasi perlindungan hutan Hindia Belanda yang menyadarkan pemerintah untuk pelestarian. (Tectona XIII, 1920)

Malapetaka ini membuat S.H. Koorders kemudian mendirikan Nederlandsch Indische Vereeniging tot Natuurbescherming, sebuah asosiasi perlindungan alam di Bogor. Asosiasi itu berisikan oleh rimbawan, peneliti, dan pegiat lingkungan Hindia Belanda seperti Karel Albert Rudolf Bosscha, dan bahkan Bupati Kutoarjo Poerbo Atmodjo yang dikenal membuat perlindungan air dan reboisasi.

"Di organisasi itu, saya menemukan masalah laporan pertama organisasi 1912 dan 1913 menghimpun semua kawasan yang akan ditunjuk sebagai cagar alam," terang Pandji. "Sebetulnya regelasi tentang konservasi alam itulah dibentuk dari kelompok di sekitar Koorders di Kebun Raya Negara Bogor. Semua rancangan-rancangan disusun untuk menjaga potensi kekayaan alam di Indonesia."

Pengaruh asosiasi ini berpengaruh pada pemutusan kebijakan Gubernur Jenderal Alexander Willem Frederik Idenburg (periode 1909-1916). Pemerintah membuat UU yang menjadi dasar penunjukan kawasan konservasi yang diusulkan asosiasi itu.

"Saya menemukan, dari 38 gubernur jenderal zaman VOC sampai 1941, hanya ada enam gubernur jenderal yang berkaitan dengan konservasi alam," ia mengungkapkan.

Kegetolan konservasi pun makin marak ketika Idenburg diganti oleh Johan Paul van Limburg Stirum. Dia adalah mantan Duta Besar Belanda di Swedia dan Korea, yang dikenal sebagai pencinta alam.

Rupa Taman Nasional Lorentz. Luasnya mencapai 25.056 kilometer persegi, menjadikannya taman nasional terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. (Panji A. Nuariman)

Selain itu, ia menjadi anggota komisi Belanda untuk perlindungan alam internasional, jelas Pandji. Saat van Limburg Stirum menjabat, dia menaruh konsentrasi terhadap permasalahan konservasi alam. Dalam lima tahun menjabat, ia adalah gubernur jenderal yang paling sering menunjuk kawasan konservasi.

"Karena jabatan lima tahun, Stirum menunjuk hampir 70 kawasan. Tingkat gubernur jenderal yang paling banyak, seperti Taman Nasional Lorentz," lanjut Pandji. Penetapan kawasan itu bahkan masih berlangsung walau S.H. Koorders telah wafat di pada 16 November 1919 di Cikini, Batavia.

Siapa S.H. Koorders?

Sijfert Hendrik Koorders lahir di Bandung, Hindia Belanda 29 November 1863. Dia adalah anak semata wayang Daniel Koorders dan Maria Henriette Boeke. Ayahnya begitu pandai dan mendapat gelar doktor di tiga fakultas berbeda di Utrecht University, yang lebih dikenal sebagai teolog.

Ketika S.H. Koorders berusia enam tahun, ayahnya meninggal. Ia bersama orangtuanya pindah ke Haarlem, Belanda. Mulanya, keluarganya berharap agar ia menjadi teolog seperti ayahnya, tetapi pandangan Koorders berubah ketika melihat Haarlem begitu indah ditanami pohon cantik nan langka oleh wali kotanya.

Ia kemudian mengambil pendidikan tumbuhan, dan melanjutkan kuliahnya di Jerman. Sampai pada akhirnya, ia bekerja di Hindia Belanda berdasarkan penugasan Mentri Koloni.

Situ Lengkong, juga disebut Situ Lengkong Panjalu, adalah suatu danau yang terletak di Kecamatan Panjalu, Ciamis, Jawa Barat. Situ Lengkong ditetapkan sebagai cagar alam berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 6 pada tanggal 21 Februari 1919. (API WINONG/WIKIMEDIA COMMONS)

Di Kebun Raya Negara Bogor, ia bekerja sebagai Dinas Kehutanan. Dia juga menjadi peneliti bidang biologi hutan. Bahkan ia menghasilkan karya besar yakni Bijdragen tot de kennis der boomsoorten van Java sebanyak 13 buku. Isinya adalah menomori, menganalisis manfaat, dan membuat taksonomi semua pohon di Jawa. Kini karya itu tersimpan di Museum Manggala Wanabakti, Jakarta.

Usahanya dalam menetapkan kawasan cagar alam bersama asosiasinya, membuat ia dianugerahi sebagai pelopor kehutanan oleh Pandji. Pandji juga menjelaskan bahwa Koorders juga menjadi pelopor eksplorasi dan teknologi kayu di Balai Penyelidikan Kehutanan.

"Ini saya pikir tidak menemukan orang Belanda seperti ini," kata Pandji. Dia juga menemukan ada sebelas orang, termasuk naturalis Alfred Russel Wallace, menuliskan testimoni tentang S.H. Koorders setelah wafat. Cagar Alam Nusa Gede Panjalu di Ciamis tahun 1921 sempat diganti namanya oleh Gubernur Jenderal, menjadi Cagar Alam Koorders karena kegigihannya.

Simak selengkapnya dalam Penggagas suaka alam di negeri yang diperas di majalah National Geographic Indonesia edisi Mei 2022.