Pembentukan Cagar Alam Semasa Hindia Belanda oleh S.H. Koorders

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 23 Mei 2022 | 16:07 WIB
Sijfert Hendrik Koorders, rimbawan dan peneliti botani di Kebun Raya Bogor. Dia mendirikan asosiasi perlindungan hutan Hindia Belanda yang menyadarkan pemerintah untuk pelestarian. (Tectona XIII, 1920)

Nationalgeographic.co.id—Kekayaan alam Indonesia begitu melimpah. Keasriannya dilindungi dalam berbagai cagar alam dan taman nasional yang begitu luas untuk dijelajahi. Di setiap perlindungan itu, ada spesies flora dan fauna yang terancam punah dan para pegiat konservasi berusaha demi masa depan mereka dan kita.

Ide kawasan perlindungan alam itu tercetus oleh Sijfert Hendrik Koorders, seorang botani Belanda yang bekerja di Kebun Raya Bogor. Pada awalnya, ia merasa prihatin melihat Hindia Belanda sebagai negeri koloni diperas Kerajaan Belanda demi kepentingannya di Eropa.

Awal mulanya ke Hindia, saat itu usianya 21 tahun pada 1884. Dia datang ke Hindia Belanda berdasarkan Surat Keputusan Mentri Koloni Belanda sebagai rimbawan. Di masa-masa berikutnya, ia menjadi Distrik Hutan di beberapa tempat seperti di Jepara dan Purworejo.

Karena begitu melimpahnya flora dan fauna, banyak peneliti yang menganggap Hindia Belanda adalah surganya penelitian. Tetapi, bagi Koorders, Hindia Belanda bagaikan malapetaka.

Misalnya, perdagangan dan perburuan burung cenderawasih sangat marak sejak era VOC. Burung nirwana itu diburu karena bulunya bernilai mahal untuk mode busana di Prancis dan Inggris.

"Saya punya data hampir kurang lebih 500.000 ekor burung cenderawasih diekspor sekitar 1800-an," kata Pandji Yudistira Kusumasumantri. Dia adalah mantan Kepala Bidang III Wilayah Balai Besar KSDA Jawa Barat di Ciamis periode 2008 sampai 2010. Ketika pensiun, ia mengumpulkan data dan menulis tentang S.H. Koorders dalam buku berjudul Sang Pelopor.

"Terjadilah malapetaka yang hebat di dalam bidang konservasi pada burung cenderawasih. Belum pada masalah pemburuan liar, belum lagi kepada pembukaan lahan untuk pertanian dan sebagainya," ujarnya dalam Bincang Redaksi-48 pada 19 Mei 2022 bertajuk Koorders.

Baca Juga: Kesadaran Pemerintah Kolonial Hindia Belanda untuk Melestarikan Hutan

Baca Juga: Repotnya Petugas Kebersihan Sampah di Surabaya Semasa Hindia Belanda

Baca Juga: Kebijakan Agraria Raffles Menjadi Dasar Pertanahan di Hindia-Belanda

Baca Juga: Catatan Pelancong tentang Rumah Candu di Pontianak Masa Hindia Belanda

Pandji menyampaikan, peristiwa ini bahkan diungkap oleh zoolog pertanian J.C. Koningsberger untuk mencari sebab makin sirnanya burung cenderawasih. Perburuan dan perdaganganlah yang membuatnya demikian. Sehingga pemerintah menerbtikan undang-undang pertama untuk perlindungan binatang dan burung liar di tahun 1909.