Nationalgeographic.co.id—Di daratan, kita sangat bergantung pada pohon sebagai penyerap karbon. Mereka, setidaknya, menyerap 12 persen emisi karbon dioksida yang dihasilkan manusia. Pepohonan di hutan hujan tropis bagaikan paru-paru dunia, terutama ketika pemanasan global makin terasa.
Namun, kabar buruk bagi pepohonan hutan hujan tropis muncul. Bukan akibat deforestasi, melainkan perubahan iklim yang awalnya kita harapkan mereka bisa menyelamatkan Bumi. Sebuah studi terbaru pada Rabu 18 Mei 2022 di jurnal Nature, mengungkapkan kematian pohon meningkat dua kali lipat sejak 1980-an.
Akibatnya, kerusakan itu mengurangi biomassa dan penyimpanan karbon, jelas para peneliti dalam makalah bertajuk Tropical tree mortality has increased with rising atmospheric water stress. Situasi ini akan membuat sulit bagi kita untuk menjaga suhu tertinggi global jauh di bawah target dua derajat celsius yang ditetapkan lewat Perjanjian Paris.
Studi ini menjadi penurunan bersih dalam perhitungan potensi bagi hutan untuk mengimbangi emisi karbon, karena belum menghitung pertumbuhan dan penumbuhan pohon.
"Sangat mengejutkan untuk mendeteksi peningkatan yang nyata dalam kematian pohon, apalagi tren yang konsisten di seluruh keanekaragaman spesies dan lokasi yang kami pelajari," kata David Bauman, penulis utama studi dan ahli ekologi di University of Oxford, dikutip dari rilis.
"Penggandaan risiko kematian yang berkelanjutan akan menyiratkan bahwa karbon yang tersimpan di pohon kembali dua kali lebih cepat ke atmosfer."
Pencatatan yang mereka lakukan adalah pada pepohonan hujan tropis di belahan utara Australia. Mereka mendata lebih dari 70.000 titik dari catatan yang ada, dengan 24 plot hutan yang berbeda. Informasi paling awal mereka dapatkan dari tahun 1971, sehingga bisa melihat periode kematian pohon.
"Data selama beberapa dekade diperlukan untuk mendeteksi perubahan jangka panjang pada organisme berumur panjang, dan sinyal perubahan dapat diliputi oleh gangguan berbagai proses," kata Sean McMahon, rekan peneliti dan ahli ekologi di Smithsonian Environmental Research Center.
"Pepohonan hidup sekita setengah sepanjang...di seluruh spesies dan lokasi di seluruh wilayah, dan dampaknya dapat dilihat sejauh tahun 1980-an," tulis Bauman dan rekan-rekan.
Para peneliti menekankan, peningkatan kematian ini tidak diduga sebelumnya. Selain itu, mereka memperkirakan pada 1980-an, sistem alam bumi mungkin telah merespons perubahan iklim sampai saat ini.
Bauman dan tim membandingkan tekanan yang dialami hutan hujan dengan apa yang terjadi di Great Barrier Reef. Karang besar di pesisir timur laut Australia itu juga sama-sama berjuang menghadapi pemanasan global yang meningkat.
"Pekerjaan kami menunjukkan, jika Anda melihat ke arah pantai dan karang, hutan hujan Australia yang terkenal juga berubah dengan cepat," kata ahli ekologi University of Oxford Yadvinder Malhi yang terlibat dalam penulisan makalah.