Sistem Pondok Taman Siswa yang Memupuk Semangat Kekeluargaan

By Galih Pranata, Selasa, 24 Mei 2022 | 10:00 WIB
Ibu Soerjoadipoetro dalam penyelenggaraan pendidikan perempuan di sekolah Taman Siswa, Yogyakarta. (KITLV)

Nationalgeographic.co.id—Surjomiharjo pernah menulis dalam bukunya berjudul Ki Hadjar Dewantara dan Taman Siswa (1986), yang menyebut perlunya membangun suasana pendidikan yang bersifat kekeluargaan melalui sistem pondok Indonesia.

Sistem pondok akan menempatkan para murid laki-laki dengan guru laki-laki dan murid perempuan dengan guru perempuan. Sejatinya, Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hajar Dewantara telah melakukannya.

Ki Hajar Dewantara memilihkan para guru yang telah berkeluarga. Hal itu berguna untuk "memelihara suasana kekeluargaan," tulis Siti Fatimah dalam skripsinya kepada Universitas Sebelas Maret Surakarta berjudul Perjuangan Taman Siswa Yogyakarta Melawan Onderwijs-Ordonantie Tahun 1922-1933 yang terbit pada tahun 2013.

Sebagaimana dilakukan oleh Ki Hajar Dewantara, sistem pondok sudah berlangsung sejak awal didirikannya Taman Siswa. Asrama laki-laki disebut dengan Wisma Pria dan asrama perempuan disebut dengan Wisma Rini.

Menurut Siti Fatimah, gagasannya lahir dari pemikiran Ki Hajar tentang tri pusat pengajaran: "alam keluarga, alam perguruan pusat, dan alam pemuda." 

Alam keluarga tumbuh dari lingkungan keluarga sebagai peletak fondasi bagi pendidikan budi pekerti dan perilaku sosial. Alam perguruan pusat, bertujuan memberi kecerdasan kepada peserta didik, dan alam pemuda, berupaya membentuk pemuda yang cerdas dan berbudi.

Dari tiga pusat pengajaran inilah lahir gagasan untuk mengadakan pendidikan dengan sistem pondok.

Awalnya, sistem pondok ditujukan untuk memberikan pemahaman lebih tentang hasil belajar siswa di sekolah. "Sistem yang mempermudah siswa untuk bertanya pelajaran kepada guru jika ada materi yang belum dimengerti," tambahnya.

Sistem ini memperkenalkan sosok Ki Hajar sebagai kiai atau guru yang menjaga sekaligus mengajar di asrama. Begitu juga para siswa di pondok dikenal dengan sebutan cantrik (santri).

Soewardi Soerjaningrat mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara yang dikenal sukses membangun sekolah Taman Siswa di Yogyakarta. (Wikimedia Commons)

Melalui sistem pondok, interaksi antara guru dan murid diselenggarakan setiap hari, di setiap malam. Mereka berkumpul menjadi satu, setiap pengajarannya berisi tentang materi pendidikan.

Pendidikan Taman Siswa yang menyelenggarakan sistem pondok, mengedepankan azas kemerdekaan diri bagi para siswa. Meski terdapat sejumlah aturan yang berlaku, kehidupan mandiri di pondok membawa mereka kepada kemerdekaan diri.