Ki Hajar Melawan Kebijakan Hindia Belanda Menutup Taman Siswa

By Galih Pranata, Jumat, 27 Mei 2022 | 07:43 WIB
Soewardi Soerjaningrat mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara yang dikenal sukses membangun sekolah Taman Siswa di Yogyakarta. (Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Berkat pengajaran yang efektif, Taman Siswa tidak butuh waktu lama untuk dapat dicintai oleh masyarakat Jawa, khusunya dari kalangan pribumi. Pengajaran bernafaskan nilai-nilai kebangsaan jadi motor pendidikannya. 

Agaknya, pemerintah kolonial mulai mengendus aktivitas pengajaran yang diselenggarakan Taman Siswa. Pengajaran moralitas bernafaskan semangat kebangsaan jadi modal utama bagi Taman Siswa. 

Timbul kekhawatiran dari pemerintah Kolonial bahwa para pelajar dan gurunya akan melawan dan memberontak stabilitas politik kolonial Belanda di Jawa. Pemerintah kolonial bertekad untuk mengusung cara, mengantisipasi pergolakan sosial yang bisa jadi sewaktu-waktu terjadi. 

Pemerintah kolonial meluncurkan suatu kebijakan yang bertujuan memperlambat perkembangan Taman Siswa. Lewat staatblad 1933 no.66 ayat 4, pemerintah kolonial mewajibkan pada setiap guru atau pengajar di Taman Siswa untuk memberikan keterangan berkaitan dengan segala bentuk pengajaran dan pembelajaran yang akan dilakukan.

"Apabila ada penolakan terhadap hal itu, maka akan mendapat hukuman pidana kurungan setinggi-tingginya 3 hari dan uang sebesar 25 gulden," tulis Siti Fatimah dalam skripsinya kepada Universitas Sebelas Maret Surakarta berjudul Perjuangan Taman Siswa Yogyakarta Melawan Onderwijs-Ordonantie Tahun 1922-1933 yang terbit pada 2013.

Melalui kebijakan-kebijakan tersebut, sekolah partikelir menjadi semakin ketat diawasi oleh pemerintah, termasuk diantaranya sekolah Taman Siswa.

Demi meruncingkan pengawasan kepada sekolah-sekolah partikelir lainnya bagi kaum pribumi, maka dibuatlah kebijakan yang dikenal dengan wilden scholen ordonantie 1923

Staatblad 1923 no.136, berbunyi tentang ordonansi pengawasan pengajaran terhadap sekolah liar yang baru atau telah berdiri. Setiap aspek di sekolah akan digeledah, mulai dari latar belakang guru dan motif pengajarannya.

Kemudian, pembaharuan dilakukan lagi dengan dikeluarkannya onderwijs-ordonantie yang berfungsi mengawasi segala bentuk pengajaran. Guru akan dimintai keterangannya tentang materi apa yang akan disampaikan di dalam kelas. 

Onderwijs-ordonantie diresmikan pada 1 Oktober 1932. Pada ayat 14, disebutkan bahwa bisa saja direktur pengajaran dari pihak kolonial, akan menutup paksa sekolah yang melanggar aturan.

Keluarnya ordonansi tersebut mengkhawatirkan bagi Ki Hajar Dewantara. Kebijakan itu bisa saja berdampak bagi penutupan Taman Siswa yang merupakan sekolah partikelir.

Pengajaran bernafas nilai perjuangan yang jadi salah satu motor pendidikan di Taman Siswa, bisa saja jadi alasan ditutupnya Taman Siswa. Pengawasan khusus dari pemerintah kolonial sungguh membahayakan bagi kelangsungan Taman Siswa.