Nationalgeographic.co.id—Tiram dikenal juga dengan sebutan oyster. Ia merupakan komponen dan indikator penting dari ekosistem pesisir yang tangguh. Selain itu tiram juga membawa makna budaya dan ekonomi bagi orang-orang di seluruh dunia. Sekarang, penelitian terbaru para arkeolog di Australia dan Amerika Utara menemukan bahwa budidaya tiram oleh masyarakat adat telah dilakukan selama 5.000 hingga 10.000 tahun.
Terlepas dari beberapa studi penting, perikanan pribumi Australia umumnya kurang mendapat perhatian dari para sarjana dan manajer daripada perikanan komersial kapitalis abad ke-17 sampai abad ke-20. Padahal perikanan komersial telah menghancurkan banyak spesies kunci, termasuk tiram. Penelitian baru ini menempatkan data yang didapat para peneliti dalam konteks sejarah permukaan laut dan catatan tangkapan.
Laporan penelitian tersebut telah dipublikasikan di Nature Communications dengan judul "Indigenous oyster fisheries persisted for millennia and should inform future management" baru-baru ini. Laporan tersebut dapat diakses bebas secara daring.
Seperti diketahui, peran ekologi dan budaya mereka menjadi mapan ketika kenaikan permukaan laut pasca-glasial menciptakan dan menstabilkan muara di seluruh dunia. Terlepas dari kontribusi paleobiologi dan arkeologi konservasi, strategi pengelolaan tiram sering kali mengandalkan terutama pada pengetahuan dan data yang dikumpulkan selama 200 tahun terakhir atau kurang.
Pada periode tersebut, di mana banyak perikanan tiram runtuh di bawah beban panen yang berlebihan, polusi, persaingan dengan spesies non-asli dan hilangnya habitat. Penurunan perikanan tiram merupakan fenomena global pada saat ini, dengan sebanyak 85 persen kawasan terumbu tiram abad ke-19 hilang pada awal abad ke-21.
Berbeda dengan perikanan komersial kapitalis, perikanan pribumi intensif berkembang selama ribuan tahun. Laporan baru ini menjelaskan catatan sejarah budidaya tiram oleh penduduk asli.
Leslie Reeder-Myers dari Temple University dan timnya menyelidiki sejarah budidaya tiram di Australia timur, Pantai Pasifik Amerika Utara, dan pantai Atlantik dan Teluk Meksiko di Amerika Utara.
Para peneliti menggabungkan sejarah permukaan laut regional dan catatan tangkapan sejarah dengan catatan arkeologi tentang kelimpahan tiram. Termasuk distribusi geografis situs yang mengandung tiram dan catatan etno-sejarah panen, pengelolaan dan pertanian dari masyarakat adat.
"Di sini kami menetapkan signifikansi budaya, intensitas, durasi, dan tingkat perikanan tiram yang "terlupakan" dari komunitas Pribumi, di wilayah yang sama yang dipertimbangkan oleh Kirby15 (naturalist), selama lebih dari 6000 tahun sebelum kedatangan penjajah Eropa," jelas Reeder-Myers dalam laporannya.
"Analisis kami mengintegrasikan sejarah permukaan laut regional, data kelimpahan tiram arkeologi kuantitatif, deskripsi ukuran, fungsi, dan distribusi situs arkeologi yang mengandung tiram, dan catatan etnosejarah panen, pengelolaan, dan pertanian tiram."
Sebagian besar data yang dihasilkan dalam penelitian ini berasal dari timbunan cangkang tiram, situs arkeologi dengan akumulasi cangkang, tulang hewan, sisa-sisa tumbuhan, dan artefak lainnya.
Baca Juga: Fosil Kerang: 95 Juta Tahun Silam, Amerika Utara Sepanas Bali Kini
Baca Juga: Kima: Kerang Raksasa nan Indah dan Dilindungi di Seluruh Dunia
Baca Juga: Kontaminasi Parasetamol di Teluk Jakarta, Apa Dampak Bagi Biota Laut?
Baca Juga: Penemuan Dua Spesies Baru Kerang Air Tawar di Borneo yang Terancam
Timbunan cangkang sering digambarkan oleh para arkeolog sebagai timbunan sampah domestik. Akan tetapi, timbunan cangkang sejatinya merupakan ruang rekayasa yang kompleks. Berkisar dari timbunan kecil, terkadang musiman, sampai gundukan cincin besar. Seringkali, timbunan ini memiliki makna simbolis dan ritual yang mendalam bagi masyarakat adat pada zaman dahulu—bahkan sampai sekarang
Mereka mengungkapkan bahwa perikanan tiram yang diawasi oleh komunitas pribumi tersebar luas dan bertahan selama 5.000-10.000 tahun. Mereka juga menunjukkan bahwa tiram dipelihara secara aktif, yang memainkan peran budaya dan makanan utama.
"Ini bertentangan dengan teori bahwa ekosistem dekat pantai pra-kolonial adalah 'asli' atau 'liar', dan sebagai gantinya sumber daya berhasil dikelola oleh masyarakat adat," kata Reeder-Myers dikutip Sci-News.
Menurut para peneliti, pengelolaan terumbu kerang tiram atau oyster di masa depan harus berpusat pada masyarakat adat dan anggota masyarakat adat. Masyarakat bisa mengembangkan strategi yang inklusif, adil untuk kemelimpahan panen, restorasi dan pengelolaan.