Memotong Emisi Karbon Dioksida Tidak Cukup Untuk Menyelamatkan Bumi

By Ricky Jenihansen, Kamis, 26 Mei 2022 | 16:00 WIB
Hanya memotong emisi karbon dioksida tidak cukup untuk mencegah bencana pemanasan global (AFP)

Nationalgeographic.co.id—Studi baru yang dipresentasikan di minggu 23 Mei di Prosiding National Academy of Sciences menyebutkan bahwa hanya memotong emisi karbon dioksida tidak cukup untuk mencegah bencana pemanasan global. Laporan tersebut adalah yang pertama menilai dampak komparatif, hingga tahun 2050 dari upaya pengurangan emisi dari berbagai polutan iklim di seluruh dunia hanya menargetkan karbon dioksida.

Laporan penelitian dengan judul "Mitigating climate disruption in time: A self-consistent approach for avoiding both near-term and long-term global warming" mengklarifikasi perlunya pendekatan mitigasi CO2 dan non-CO2 yang komprehensif. Menurut peneliti, langkah tersebut diperlukan untuk mengatasi pemanasan jangka pendek dan jangka panjang.

Menurut penelitian tersebut, jika kita secara bersamaan juga mengurangi emisi metana dan polutan iklim lainnya yang sering diabaikan, maka kita dapat mengurangi tingkat pemanasan global hingga setengahnya pada tahun 2050 dan memberi dunia kesempatan untuk berjuang.

Rekan penulis studi Drew Shindell, Profesor Ilmu Bumi Nicholas di Duke University dalam rilis media mengatakan bahwa memang dekarbonisasi sangat penting untuk memenuhi tujuan iklim jangka panjang kita, tetapi itu tidak cukup. "Untuk memperlambat pemanasan dalam waktu dekat dan mengurangi penderitaan akibat gelombang panas, kekeringan, badai super, dan kebakaran yang terus meningkat, kita juga perlu mengurangi polutan iklim berumur pendek dekade ini," kata Shindell.

Penelitian baru menunjukkan bahwa memfokuskan upaya kami hampir secara eksklusif pada pengurangan emisi karbon dioksida, seperti yang dilakukan sebagian besar pemerintah saat ini. Upaya tersebut tidak dapat lagi mencegah kenaikan suhu global di atas tingkat pra-industri sebesar 1,5 derajat celcius.

Pemetaan oleh Badan Kesehatan Dunia, WHO menunjukkan negara-negara di mana titik-titik bahaya polusi udara berada. (WHO)

"Gas rumah kaca (GRK) non karbon dioksida bertanggung jawab atas hampir setengah dari semua pemaksaan iklim dari GRK. Namun, pentingnya polutan non karbon dioksida, khususnya polutan iklim berumur pendek, dalam mitigasi iklim kurang terwakili," tulis peneliti dalam laporannya.

Kenaikan seperti, menurut studi itu, secara substansial akan meningkatkan risiko titik kritis di mana dampak yang tidak dapat diubah akan terjadi. Memotong karbon saja mungkin tidak cukup untuk mencegah kenaikan suhu sebesar 2 derajat celcius.

"Analisis kami menunjukkan bahwa polutan iklim seperti metana, dinitrogen oksida, jelaga karbon hitam, ozon tingkat rendah, dan hidrofluorokarbon berkontribusi hampir sama terhadap pemanasan global seperti halnya CO2 yang berumur panjang," kata Shindell.

   

Baca Juga: Perubahan Iklim dan Naiknya Suhu Kyoto Bikin Sakura Mekar Lebih Awal

Baca Juga: Gerakan Tukar Baju Mengemuka di Tengah Ancaman Limbah Tekstil