Di Balik Penamaan Vorstenlanden untuk Menyebut Yogyakarta-Surakarta

By Galih Pranata, Senin, 30 Mei 2022 | 09:00 WIB
Pasar Gede Hardjonagoro di tahun 1935 yang masuk dalam kawasan Vorstenlanden. (Kiliaan/Wikimedia)

Nationalgeographic.co.id—Historiografi kolonial maupun lokal mengenalkan pada masyarakat di era kontemporer tentang penyebutan Yogyakarta-Surakarta sebagai Vorstenlanden.

Mulanya, ketika Mataram belum terbagi, Kolonial Belanda menyebut wilayah yang dikuasainya sebagai Bovenlanden. Kemudian, Perjanjian Giyanti diadakan pada tahun 1755 yang membelah Mataram menjadi dua: Surakarta dan Yogyakarta.

Dualisme kekuatan Mataram yang terpecah ini masing-masing memiliki Negara Agung yang diperintah bersama. Selanjutnya, kawasan dari perpecahan ini disandingkan dengan penyebutan Vorstenlanden.

Secara toponim, daerah Vorstenlanden secara harafiah berarti "wilayah-wilayah kerajaan". Tak ayal, penyebutannya mengarah pada daerah-daerah yang berada di bawah otoritas empat monarki asli Jawa, pecahan Dinasti Mataram Islam.

Empat monarki tersebut diantaranya adalah "Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran, dan Kadipaten Pakualaman," tulis Leo Agung dan Muhammad Akhyar.

Leo Agung S. merupakan Profesor Pendidikan Sejarah di Universitas Sebelas Maret Surakata. Ia menerbitkan prosiding berjudul Pengembangan Bahan Ajar Digital Sejarah Lokal Berbasis Toponimi di Vorstelanden Surakarta yang terbit pada tahun 2019.

Awalnya, penyebutan Vorstenlanden secara geopolitik membentang di sepanjang sisi selatan, mulai dari sekitar Gunung Slamet di Jawa tengah sampai sekitar Gunung Kelud di Jawa Timur.

"Kondisi demikian berlangung selama 75 tahun, yakni sekitar tahun 1755 sampai dengan 1830," imbuh Leo Agung dan Muhammad Akhyar.

Sejak tahun 1830, sebagai dampak kebijakan pemerintah kolonial Belanda pasca Perang Jawa yang dipimpin oleh Dipanagara pada 1825-1830, luas wilayah Vorstenlanden semakin menciut secara drastis.

"Sejak tehun tersebut, Vorstenlanden tinggal meliputi daerah-daerah eks-Karesidenan Surakarta dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta," terusnya.

Profesor Sejarah dari Universitas Negeri Semarang, Wasino dalam bukunya Modernisasi di Jantung Budaya Jawa, Mangkunegaran 1896-1944 (2014) pada tahun 1847 ketika di bawah Mangkunegara III, Kadipaten Mangkunegaran di bagi menjadi tiga daerah Onderregent (Kadipaten Anom).

Daerah-daerah tersebut terdiri dari: Karanganyar (meliputi Sukowati, Matesih dan Haribaya), Wonogiri (meliputi Nglaroh, Hanggabayan dan Kedawung), dan Malang Jiwa (Kartasura pasa masa lampu).