Khandelwal menemukan bahwa banyak keluarga menganggap seorang anak gadis sebagai kewajiban. “Memiliki tiga anak perempuan berarti seorang keluarga harus menyiapkan mas kawin untuk setiap anak gadis,” kata Khandelwal.
Sebagian keluarga menunggu hingga si anak menyelesaikan sekolahnya kemudian ia pindah dengan suaminya. Namun ada juga yang langsung menghentikan pendidikan putrinya itu.
Setelah menikah, pengantin anak itu tinggal di rumah suami, belajar memasak dan mengurus rumah.
Anak perempuan yang putus asa dan tidak berdaya
Khandelwal mengunjungi seorang anak perempuan yang baru saja melaksanakan pernikahan. Ia ingin mencari tahu bagaimana perasaannya setelah menikah.
Baca Juga: Temuan Sains: Singkap Usia Remaja yang Paling Rentan Media Sosial
Baca Juga: Tiga Hal yang Perlu Dilakukan Indonesia untuk Mencegah Pernikahan Anak
Baca Juga: Kisah Dua Pengantin Anak Suriah yang Menikah di Usia 14 Tahun
Baca Juga: Kita Lupa Mengajari Anak-Anak Kita Cara Bercinta yang Menyenangkan
“Apa yang dia katakan sangat mengecewakan,” kenang Khandelwal. Anak perempuan itu menuturkan, “Apa yang bisa dirasakan tentang itu? Ini harus terjadi.”
Ini menunjukkan betapa tidak berdaya dan putus asanya para pengantin anak ini. Mereka bahwa tidak berani membayangan menjadi seorang wanita yang memiliki karir.
Tidak jarang, para gadis muda ini ditinggal oleh suaminya setelah menikah. Tidak ada pekerjaan layak di desa-desa kecil, sehingga para pemuda mencari peruntungan di tempat lain. Istri mereka tinggal dengan mertua dan pengantin baru itu hanya berhubungan melalui telepon.
“Apa yang Anda harapkan dari seorang anak 15 tahun untuk memahami tentang pernikahan, hubungan atau mengelola rumah?” tanya Khandelwal. Para pengantin anak ini tidak berpendidikan dan hal yang sama dialami oleh keturunan mereka. Tidak memiliki uang dan terlalu muda untuk memiliki anak, ini adalah lingkaran setan. Apakah mereka bisa keluar dari situasi tersebut?