Pengantin Anak di India, Sebuah Lingkaran Setan Tanpa Jalan Keluar

By Sysilia Tanhati, Selasa, 31 Mei 2022 | 10:00 WIB
Baik wanita di bawah 18 tahun maupun pria di bawah 21 tahun tidak dapat menikah secara sah. Jika dilakukan, orang tua atau pasangan yang lebih tua dapat dihukum hingga dua tahun penjara. (Hiren Sojitra/Unsplash)

Nationalgeographic.co.id—Pasta kunyit dioleskan di tangan dan wajah, bubuk merah dioleskan ke garis rambut. Aromanya menunjukkan bahwa sebuah acara pernikahan sudah atau sedang berlangsung.  

Di beberapa tempat di dunia, pengantin wanita seringkali terlalu muda untuk menikah. Seperti di India, gadis remaja terlalu muda untuk memahami arti pernikahan. Namun mereka memahami arti rempah-rempah yang dibalurkan ke tubuh mereka secara seremonial.

Gadis-gadis di acara ini seringkali terlalu muda untuk memahami pernikahan, tetapi mereka cukup dewasa untuk mengetahui apa arti bumbu yang dioleskan secara seremonial ke tubuh mereka.

Tindakan ilegal berdasarkan undang-undang

“Secara teknis, pernikahan anak adalah tindakan ilegal di India,” tulis Nina Strochlic di National Geographic. Sebuah undang-undang disahkan pada tahun 1929 melarang praktik tersebut, dan diperbarui lagi pada tahun 2006.

Baik wanita di bawah 18 tahun maupun pria di bawah 21 tahun tidak dapat menikah secara sah. Jika dilakukan, orang tua atau pasangan yang lebih tua dapat dihukum hingga dua tahun penjara. Ini karena mereka mengoordinasikan atau mengizinkan terjadinya pernikahan yang bertentangan dengan undang-udang.

Meskipun ada penurunan selama dekade terakhir, jika dibandingkan dengan negara lain, pernikahan dini masih sering terjadi di India. Lebih dari seperempat gadis India menikah pada usia 18 tahun, menurut organisasi Girls Not Brides.

Tradisi dan patriarki mendominasi keputusan setiap keluarga untuk menikahkan putri mereka yang masih di bawah umur. “Selain itu, praktik ini juga berakar pada kemiskinan, kurangnya pendidikan, dan ketidakstabilan kehidupan,” tambah Strochlic.

Desakan faktor ekonomi

Di Shravasti, seorang ibu juga menjadi pelaku pernikahan dini dan hal yang sama terjadi kepada putrinya. Ketika ditanya mengapa ia mengizinkan sang putri untuk menjalani takdir serupa, ia memberi penjelasan. Menurutnya, jika memungkinkan, ia tidak akan menikahkan putrinya.

Suaminya adalah seorang buruh harian. Sang istri beserta anak-anaknya mengumpulkan dan menjual kayu bakar. Mereka hidup dari hari ke hari. Jadi lebih baik menikahkan gadis-gadis mereka sebelum kekuatan luar campur tangan.

“Jika kami kehilangan rumah karena banjir besok, kami tidak akan memiliki apa pun untuk diberikan untuk mahar pernikahan putri kami,” katanya pada Saumya Khandelwal. Khandelwal adalah fotografer Reuters yang mendokumentasikan pernikahan dini di India.

Khandelwal menemukan bahwa banyak keluarga menganggap seorang anak gadis sebagai kewajiban. “Memiliki tiga anak perempuan berarti seorang keluarga harus menyiapkan mas kawin untuk setiap anak gadis,” kata Khandelwal.

Sebagian keluarga menunggu hingga si anak menyelesaikan sekolahnya kemudian ia pindah dengan suaminya. Namun ada juga yang langsung menghentikan pendidikan putrinya itu.

Setelah menikah, pengantin anak itu tinggal di rumah suami, belajar memasak dan mengurus rumah.

Anak perempuan yang putus asa dan tidak berdaya

Khandelwal mengunjungi seorang anak perempuan yang baru saja melaksanakan pernikahan. Ia ingin mencari tahu bagaimana perasaannya setelah menikah.

   

Baca Juga: Temuan Sains: Singkap Usia Remaja yang Paling Rentan Media Sosial

Baca Juga: Tiga Hal yang Perlu Dilakukan Indonesia untuk Mencegah Pernikahan Anak

 Baca Juga: Kisah Dua Pengantin Anak Suriah yang Menikah di Usia 14 Tahun

Baca Juga: Kita Lupa Mengajari Anak-Anak Kita Cara Bercinta yang Menyenangkan

   

“Apa yang dia katakan sangat mengecewakan,” kenang Khandelwal. Anak perempuan itu menuturkan, “Apa yang bisa dirasakan tentang itu? Ini harus terjadi.”

Ini menunjukkan betapa tidak berdaya dan putus asanya para pengantin anak ini. Mereka bahwa tidak berani membayangan menjadi seorang wanita yang memiliki karir.

Tidak jarang, para gadis muda ini ditinggal oleh suaminya setelah menikah. Tidak ada pekerjaan layak di desa-desa kecil, sehingga para pemuda mencari peruntungan di tempat lain. Istri mereka tinggal dengan mertua dan pengantin baru itu hanya berhubungan melalui telepon.

“Apa yang Anda harapkan dari seorang anak 15 tahun untuk memahami tentang pernikahan, hubungan atau mengelola rumah?” tanya Khandelwal. Para pengantin anak ini tidak berpendidikan dan hal yang sama dialami oleh keturunan mereka. Tidak memiliki uang dan terlalu muda untuk memiliki anak, ini adalah lingkaran setan. Apakah mereka bisa keluar dari situasi tersebut?