Ibu yang Depresi Akan Melahirkan Anak yang Memiliki Masalah Emosional

By Ricky Jenihansen, Rabu, 1 Juni 2022 | 15:00 WIB
Anak yang mengalami masalah emosional. (Pinterest)

Nationalgeographic.co.id—Studi baru dari University of California - Los Angeles (UCLA) menemukan bahwa anak dari ibu yang mengalami depresi sejak sebelum hamil berisiko lebih mengalami masalah emosional. Studi ini adalah yang pertama menunjukan bagaimana perubahan tingkat depresi ibu dari waktu ke waktu dapat mempengaruhi stabilitas perilaku dan emosi anak usia dini.

Penelitian ini berlangsung selama tujuh tahun, melacak ibu dan anak mereka dari prakonsepsi hingga anak-anak berusia 5 tahun. Laporan penelitian telah diterbitkan di Journal of Affective Disorders dengan judul "Maternal depressive symptom trajectories from preconception through postpartum: Associations with offspring developmental outcomes in early childhood."

Penulis utama Gabrielle Rinne, seorang mahasiswa pascasarjana psikologi UCLA mengatakan, temuan mereka menunjukan bahwa peningkatan gejala depresi ibu dari prakonsepsi hingga pascapersalinan berkontribusi pada perhatian dan kontrol perilaku anak yang lebih rendah. Hal tersebut kemudian dapat meningkatkan risiko masalah di seluruh rentang hidup sang anak.

"Namun, orang tua harus tahu bahwa ini dapat diatasi melalui intervensi anak usia dini," kata Rinne dalam rilis media.

Untuk studi dua bagian, para peneliti pertama-tama menganalisis data pada 362 wanita, kebanyakan berkulit hitam atau Hispanik dan dari latar belakang berpenghasilan rendah. Data dikumpulkan sebagai bagian dari studi oleh Community Child Health Network.

Ilustrasi ibu hamil di masa pandemi. (Pinterest)

Studi tersebut merupakan sebuah kolaborasi di antara para ilmuwan kesehatan dari UCLA dan lembaga lain, bersama dengan mitra masyarakat. Mereka menyelidiki kesenjangan kesehatan ibu dan anak di antara keluarga miskin dan minoritas.

Para wanita, yang semuanya sudah memiliki anak kecil, diikuti selama kehamilan berikutnya dan diwawancarai pada empat kesempatan tentang gejala depresi mereka. Sekali sebelum hamil, dua kali selama kehamilan, dan sekitar tiga bulan setelah kelahiran bayi mereka. Para peneliti kemudian melacak bagaimana gejala ini berubah dari waktu ke waktu.

Hanya di bawah 75 persen wanita melaporkan gejala depresi rendah yang tidak berubah selama masa studi. Sementara 12 persen memiliki gejala rendah yang meningkat secara signifikan dan 7 persen memiliki gejala tinggi terus-menerus.

Untuk bagian kedua penelitian, para peneliti mengikuti 125 wanita ini beberapa tahun kemudian. Ketika anak-anak mereka berusia 4 tahun, atau usia prasekolah, para ibu diminta untuk menggambarkan secara rinci temperamen dan perilaku anak mereka, terutama pengalaman tekanan emosional mereka dan kemampuan mereka untuk mengatur emosi mereka.

Kemudian, pada usia 5 tahun, anak-anak melakukan tugas yang membutuhkan perhatian terfokus. Melihat layar iPad yang menunjukkan serangkaian ikan, mereka diminta untuk mengidentifikasi arah ikan di tengah menghadap sambil mengabaikan arah semua ikan lainnya.

Ilustrasi Depresi (Unsplash)

"Skor yang lebih tinggi pada tugas ini mencerminkan kemampuan yang lebih besar untuk berkonsentrasi dan menghambat perhatian terhadap rangsangan di sekitarnya," kata Rinne.

Anak-anak dari ibu yang depresinya telah meningkat dari prakonsepsi hingga periode postpartum menunjukkan kinerja yang jauh lebih buruk dalam penilaian daripada mereka yang ibunya secara konsisten melaporkan gejala depresi yang rendah. Menariknya, tidak ada perbedaan kinerja antara anak-anak yang ibunya mengalami depresi tinggi secara konsisten dan mereka yang ibunya mengalami depresi rendah secara konsisten.

   

Baca Juga: Depresi Disertai Stres Jangka Panjang Dapat Merusak Pembuluh Darah

Baca Juga: Anak dari Ibu yang Depresi Lebih Berisiko Mengalami Hal Serupa

Baca Juga: Perawatan Berbasis Komputer dan Gawai Kurangi Gejala Depresi

Baca Juga: Terapi Tidur Bantu Cegah Depresi Pada Orang Tua Dengan Insomnia

      

"Studi ini menunjukkan bahwa pola peningkatan depresi dapat berdampak buruk pada anak-anak," kata penulis senior Christine Dunkel Schetter, seorang profesor psikologi dan psikiatri terkemuka di UCLA yang memiliki peran utama dalam desain studi dan dalam pengembangan wawancara.

Dia mencatat bahwa tidak semua anak-anak ini ditakdirkan untuk mengalami masalah. Tetapi menekankan bahwa "mereka berisiko lebih tinggi mengalami masalah dan masalah sosio-emosional dan perilaku di sekolah."

Anak-anak yang ibunya secara konsisten melaporkan gejala depresi yang rendah, katanya, tidak berisiko.

"Para ibu yang mengalami depresi atau stres berkali-kali harus mengetahui efeknya pada anak kecil," tambah Dunkel Schetter. "Mereka dapat mencari evaluasi dan perawatan dari dokter atau profesional kesehatan mental untuk anak-anak mereka dan diri mereka sendiri."