Nationalgeographic.co.id—Sebuah tim peneliti yang dipimpin oleh University of pennsylvania atau Penn State menemukan bahwa depresi dan stres jangka panjang dapat merusak pembuluh darah. Mereka menemukan, di antara orang dewasa dengan depresi yang mengalami stres jangka panjang, memiliki fungsi endotel yang lebih buruk yang lebih buruk dibanding mereka yang hanya mengalami depresi.
Untuk diketahui, endotel berfungsi melapisi sistem peredaran darah. Sel endotel berperan sangat penting dalam mempertahankan tonus pembuluh darah khususnya untuk proses relaksasi pembuluh darah. Degradasi fungsi endotel tentu akan berdampak sangat buru bagi sistem pembuluh darah di tubuh manusia.
Lacy Alexander, profesor kinesiologi, rekan penelitian tersebut mengatakan hasil itu membantu menjelaskan hubungan antara stres, depresi dan penyakit kardiovaskular. Temuan tersebut, menurutnya dapat membantu merancang intervensi pengobatan di masa depan dan strategi pencegahan.
"Studi ini bisa menjadi titik tolak untuk melihat apakah jika orang diajarkan lebih banyak strategi perilaku dalam menghadapi stres sehari-hari, mungkin itu bisa menjadi pelindung bagi kesehatan jantung mereka," tulisnya dalam laporannya.
Laporan penelitian tersebut telah dipublikasikan secara daring dalam Journal of American Heart Association (JAHA) dengan judul "Self-Reported Everyday Psychosocial Stressors Are Associated With Greater Impairments in Endothelial Function in Young Adults With Major Depressive Disorder" dan dapat diakses secara terbuka.
Para peneliti mengatakan, hingga saat ini tidak ada penelitian yang meneliti hubungan antara stresor psikososial yang terjadi secara alami dan fungsi mikrovaskular yang diukur secara langsung pada orang dewasa dengan gangguan depresi mayor. Hal itu terlepas dari hubungan epidemiologis antara stres psikologis, depresi, dan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, ia melanjutkan.
Ia menjelaskan, mereka menguji hipotesis bahwa orang dewasa muda. Mereka mengalami depresi mayor yang terpapar stresor psikososial sehari-hari akan menunjukkan gangguan yang lebih parah pada dilatasi yang bergantung pada endotelium.
Kondisi tersebut, jelasnya, lebih parah jika dibandingkan dengan orang dewasa sehat yang tidak mengalami depresi dan orang dewasa dengan depresi mayor tanpa pajanan stres psikososial akut.
Penelitian sebelumnya telah mengaitkan paparan kronis stres dengan perkembangan penyakit kardiovaskular. Tetapi para peneliti mengatakan proses yang tepat tentang bagaimana stres mempengaruhi tubuh dan dapat berkontribusi pada penyakit kardiovaskular tidak diketahui.
Pada penelitian ini, para peneliti merekrut 43 orang dewasa sehat yang tidak memiliki penyakit kardiovaskular, tidak menggunakan produk tembakau dan aktif berekreasi. Para peneliti juga mengevaluasi peserta untuk gejala depresi.
Pada hari percobaan, para peserta melaporkan semua situasi penuh tekanan yang mereka alami dalam 24 jam sebelumnya, termasuk pertengkaran dengan teman atau anggota keluarga atau peristiwa yang membuat stres di tempat kerja atau sekolah.
Source | : | Journal of American Heart Association,Penn State University |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR