Atribut Penting dalam Budaya Romawi, Dari Mana Budak Berasal?

By Sysilia Tanhati, Kamis, 2 Juni 2022 | 09:00 WIB
Cara paling umum untuk menjadi seorang budak adalah menjadi tawanan perang. (William Allan/National Galleries of Scotland)

Nationalgeographic.co.id—Perbudakan adalah atribut umum dari dunia kuno, termasuk dalam kebudayaan Romawi. Bahkan ada pasar yang besar untuk memperjualbelikan para budak. Konon, orang kaya bisa memiliki hingga ratusan budak.

Meskipun kejam dan tidak manusiawi, tidak semua budak Romawi memiliki kehidupan yang menyedihkan. Dari mana para budak Romawi ini berasal dan bagaimana mereka diperlakukan?

Tawanan perang

“Cara paling umum untuk mendapatkan budak Romawi adalah mengubah tawanan perang menjadi budak,” ungkap Robert Garland dilansir dari laman Wondrium Daily.

Biasanya, perang menghasilkan puluhan ribu atau bahkan lebih budak baru bagi pemenangnya. Karena sebagian besar perang terjadi dengan Yunani, maka mayoritas budak Romawi adalah orang Yunani.

Sejumlah besar budak Yunani masuk ke Romawi ketika Makedonia dikalahkan dalam pertempuran Pydna pada tahun 168 Sebelum Masehi. Selanjutnya, sekitar 250.000 orang Kartago diperbudak pada 146 Sebelum Masehi ketika kota mereka dihancurkan. Gelombang besar lainnya terjadi setelah Perang Mithradatic di tahun 80-an Sebelum Masehi.

Namun, tak satu pun dari perang ini dapat memecahkan rekor penaklukan Galia oleh Julius Caesar pada tahun 50-an Sebelum Masehi. “Setelah perang ini, ada sekitar 500.000 orang Galia menjadi budak Romawi,” tambah Garland.

Penjahat yang kejam juga bisa diubah menjadi budak. Maka tidak heran jika ada orang Romawi yang menjadi budak, bisa jadi ia merupakan seorang penjahat. Biasanya, mereka akan bekerja di pertambangan atau penggalian. Sebagian bahkan dilatih sebagai gladiator.

Jenis budak berikutnya adalah vernae, yang lahir di rumah dan dibesarkan dalam keluarga Romawi. Cara terakhir untuk menjadi budak adalah dengan ‘menjual diri’. Orang Romawi yang menghadapi kesulitan keuangan bisa menjual diri sebagai budak untuk bertahan hidup. Namun, metode terakhir ini menjadi kurang populer pada abad pertama Masehi.

Industri budak

Memiliki budak adalah hak yang dimiliki oleh orang Romawi sejak lahir dan tidak ada batasan untuk itu.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, orang kaya bisa memiliki ratusan. Misalnya, Pedanius Secundus, prefek Roma di bawah Kaisar Nero, memiliki setidaknya 400 budak. Mungkin, hanya para senator yang memiliki sekitar 200.000 budak.

Garland juga menambahkan, “harga seorang budak sangat bervariasi, menurut penampilan, usia, pendidikan, dan etnisnya.”

Populasi besar budak Romawi menunjukkan betapa hebatnya perdagangan budak bisnis. Itu adalah pasar yang diatur, sesuai dengan tradisi terbaik birokrasi Romawi. Ada pajak untuk membeli budak dan catatan setiap penjualan harus disimpan di arsip publik.

Jika pembeli menemukan masalah pada budak yang dibeli dan penjual tidak menyebutkannya saat transaksi, pembeli mendapatkan pengembalian dana penuh. Masalah tersebut bisa beragam, misalnya sakit epilepsi. Budak Yunani bukan hanya yang paling umum, tetapi juga yang paling populer karena kepandaiannya.

Bagaimana para budak diperlakukan?

“Tidak ada aturan resmi mengenai bagaimana budah harus diperlakukan,” ungkap Garland.

Seorang ksatria, Vedius Pollio, ingin melemparkan budak ke kolam yang penuh ikan lamprey karena budaknya memecahkan piala kristal. Pada saat kejadian, Kaisar Augustus ada di sana. Muak dengan kekejaman Pollio, dia memerintahkan untuk menghancurkan semua gelas kristal untuk mengisi kolamnya.

   

Baca Juga: Ruangan Para Budak Romawi Ditemukan di Pompeii, Kondisinya Luar Biasa

Baca Juga: Penemuan Kalung Budak Romawi 'Pegang Aku Atau Aku Akan Lari!'

Baca Juga: Seni Erotis Yunani dan Romawi, Cerminan Budaya yang Terobsesi Seks?

Baca Juga: Bak Ronaldo, Bintang Balap Kereta Romawi Punya Penghasilan Fantastis

     

Umumnya, keterampilan para budak sangat penting dalam posisi yang mereka peroleh. Seorang yang terpelajar bisa menjadi sekretaris atau pedagogo untuk menjaga putra tuannya. Seorang pedagogo bahkan bisa mengajar majikan muda mereka. Jika kuat secara fisik, budak itu bisa menjadi petugas kebersihan atau penjaga pintu.

Posisi tertinggi yang bisa diperoleh seorang budak wanita adalah menjadi perawat atau pelayan pribadi majikannya. Ibu-ibu Romawi sama sekali tidak tertarik mengasuh anak, mungkin, karena mereka menginginkan kebebasan penuh dari anak

Jabatan lain termasuk kepala juru masak, tukang bersih-bersih, tukang kebun, tukang bangunan, tukang jemput, serta tukang angkut.

Seorang gadis yang cukup cerdas mungkin dikirim ke pasar setiap pagi sekitar fajar untuk berbelanja. Ia harus berhati-hati untuk tidak membayar lebih tinggi dari harga normal. “Karena hanya sedikit rumah yang memiliki persediaan air, budak pun bertugas untuk membawa air,” imbuh Garland.

Seorang budak Romawi mungkin bukan orang yang paling bahagia namun mereka bisa menjalani kehidupan yang layak.