Takdir Istimewa Dipanagara dan Soekarno Sebagai Putra sang Fajar

By Galih Pranata, Minggu, 5 Juni 2022 | 07:00 WIB
Soekarno muda dengan secangkir kopinya saat studi di Bandung. (Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Sejak kelahiran Dipanagara, secara praktis menandai berkobarnya Perang Jawa di abad ke-19. Belanda dibuat kewalahan akibat perang tersebut.

Namun, jauh dari pada itu, Dipanagara sejatinya ditakdirkan sebagai seorang pemimpin. Peter Carey menulis dalam buku berjudul Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855 (2011) menyebut bahwa "Dipanagara lahir tepat menjelang fajar."

Ia lahir dengan nama Bendoro Raden Mas Mustahar di Keraton Yogyakarta pada 11 November 1785. Dipanagara merupakan anak dari Hamengkubuwana III dari istri resminya (garwo padmi), Ratu Kedaton. Ia merupakan permaisuri berdarah madura yang dikenal seantero istana karena kesalehannya sebagai seorang muslimah.

Menurut tarikh Jawa, kelahiran Dipanagara dianggap bertuah karena jatuh pada bulan Sura, bulan awal bagi sistem penanggalan Jawa. Hari lahirnya juga jatuh pada Jumat Wage. 

Dalam primbon jawa, ramalan-ramalan bagi Dipanagara yang lahir pada Jumat Wage merupakan suatu pertanda. Ia telah diramalkan sebagai orang yang sangat fasih dan berpengaruh kata-katanya.

Peter Carey menambahkan, "primbon Jawa modern juga meramalkan bagi kelahiran Jumat Wage—seperti halnya Dipanagara— sebagai orang yang bermurah hati dan berwatak pandita." Hanya saja, jalan yang akan ditempuhnya terjal dan banyak aral rintang yang akan dihadapinya.

Dipanagara sebagai putra sang fajar—karena dilahirkan tepat menjelang fajar—telah diyakini akan menjadi orang besar di masa depannya. Bagi kepercayaan Jawa Kuno, putra sang fajar akan ditakdirkan hidupnya untuk mencatat sejarah. Begitulah kenyataannya, garis takdir Dipanagara memang istimewa.

Melalui tabir-tabir mimpinya, Dipanagara telah melalui banyak hal sampai pada titik puncak dalam hidupnya: memimpin sebuah pertempuran terbesar yang pernah dicatat dalam sejarah, Perang Jawa.

Perang Jawa sampai di Gawok, Sukoharjo, Jawa Tengah. (JP de Veer/Wikimedia)

Menariknya, garis takdir istimewa itu kembali terulang. Sematan putra sang fajar tidak berhenti pada Dipanagara. Dialah Kusno—nama kecil Soekarno, yang lahir menjelang fajar.

 Baca Juga: Napak Tilas Perjuangan Perang Dipanagara di Sekitar Borobudur

 Baca Juga: Gagasan Daulat Pangan Sukarno, Lagu Pengiringnya, dan Masa Depan

 Baca Juga: Babad Dipanagara dan Sosok Pangeran Dipanagara Sebagai Manusia

Ida Ayu Nyoman Rai melahirkan bayi yang diberi nama Kusno saat fajar menyingsing pada 6 Juni 1901. Soekarno lahir di abad yang baru, beserta dengan harapan ibunya yang baru.

Lebih dari dua abad lamanya setelah kelahiran Dipanagara (tahun 1785) sebagai sang putra fajar, Soekarno juga dianugerahi sebutan yang sama karena dilahirkan tatkala fajar mulai menyingsing.

Tentu, garis takdirnya juga tak kalah istimewa. Ialah orang yang ditakdirkan untuk turut membawa Indonesia menuju kemerdekaannya dan didaku sebagai presiden pertama republik ini.

Gagasan dan pemikirannya juga digunakan dalam keberlangsungan manifesto politiknya, hingga namanya tercatat dalam sejarah bangsa ini.