Secara berkala, gajah juga tampak menenangkan satu sama lain saat merespons kematian. Para gajah saling menyentuh dengan belalai atau kepala, mengendus satu sama lain. “Terjadi interaksi yang untuk menenangkan,” tulis peneliti.
Baca Juga: Seperti Manusia, Gajah Bisa Kesepian yang Menyebabkan Gangguan Saraf
Baca Juga: Eksekusi Gajah, Metode Hukuman Mati Era Kuno yang Mengerikan
Baca Juga: Trik Belalai Gajah untuk Mendapatkan Daya Tampung Air Lebih Banyak
Reaksi yang paling umum termasuk mengendus dan menyentuh. Misalnya, banyak gajah menyentuh wajah atau telinga bangkai dengan belalainya. Dua gajah muda menggunakan kaki untuk menggoyang gajah yang sudah mati. Dalam tiga kasus, sang induk berulang kali menendang anaknya yang sekarat atau mati.
Gajah asia juga berkomunikasi dengan sentuhan saat hidup, kata Pokharel. Saat tidur, belalai mereka juga mungkin saling bersentuhan. Gajah yang lebih muda sering terlihat berjalan dengan belalai yang saling berkaitan, katanya.
Respons lain yang sering dilakukan terhadap kematian adalah membuat kebisingan. Gajah dalam video mengeluarkan suara seperti terompet atau bergemuruh.
Seringkali, gajah berjaga-jaga di atas bangkai. Mereka tetap dekat, kadang-kadang tidur di dekatnya dan kadang-kadang mencoba mengusir manusia yang mencoba menyelidiki. Beberapa mencoba mengangkat atau menarik gajah yang mati.
Anehnya, dalam lima kasus, betina dewasa mengambil tubuh anak gajah yang mati dan membawanya melalui hutan. Itu adalah perilaku tidak biasa yang menunjukkan bahwa gajah betina dapat mengungkapkan ada sesuatu yang salah.
Bukti kuat bahwa gajah adalah hewan yang cerdas
Penelitian ini memberikan wawasan berharga tentang perilaku gajah. “Selain itu juga menambah bukti yang menunjukkan bahwa gajah adalah hewan sangat cerdas,” tutur Pokharel.
Gajah dapat mengendus perbedaan antara jumlah makanan serta mengetahui kapan tubuh mereka menghalangi (jenis kesadaran tubuh khusus). Mereka mampu memindahkan barang untuk berdiri dan meraih makanan.
Di mata manusia, hewan-hewan ini menyerupai orang tua yang berduka dan tidak siap untuk melepaskan anaknya. Sementara Pokharel lebih berhati-hati dalam menafsirkan tindakan hewan.
Para peneliti enggan untuk menempatkan emosi manusia pada hewan. Meskipun gajah mungkin tampak berkabung dengan cara yang sama seperti manusia, penelitian lebih lanjut perlu dilakukan. Ini untuk mengetahui apa motivasi di balik perilaku berkabung itu.
Memahami tentang bagaimana gajah memandang kematian dapat memberi wawasan tentang kemampuan kognitifnya yang sangat kompleks. Yang paling penting, Pokharel berharap hal itu juga akan membantu melindungi gajah. Terutama gajah asia yang sering berkonflik dengan manusia.