Empat Kota Afrika Kuno yang Hilang: Apa yang Sesungguhnya Terjadi?

By Warsono, Jumat, 3 Juni 2022 | 16:00 WIB
Sebuah prasasti dari lokasi Thonis-Heracleion (gambar) cocok dengan salah satu dari peninggalan Nauk (K.N Rosandrani)

Tidak semua kota yang kuat berkuasa di Mesir. Pemimpin Kush, kerajaan kuno di Nubia sepanjang Lembah sungai Nil bagian selatan, mendirikan ibu kota di Meroë pada abad keenam SM di Sudan saat ini. Dikelilingi oleh tanah yang subur dan berlokasi di tengah jalur perdagangan Afrika, kota itu didukung industri pengolahan besi yang memproduksi kepingan-kepingan emas berbentuk indah.

Budaya Kush campuran pengaruh Mesir dan bangsa Afrika lainnya. Di beberapa kuil, ukiran menggambarkan dewa dan dewi penting Mesir seperti Amun dan Isis; di tempat lainnya mereka menggambarkan Apedemak berkepala singa, dewa perang Kush yang sering ditampilkan bersama panah dan busur. Peninggalan orang Mesir yang paling mencolok 200 lebih piramida curam dan makam di Meroë, ditemukan di dua lokasi permakaman utama kota. Di sini, raja, ratu, dan bangsawan dikebumikan, terkadang ditemani jasad hewan yang dikurbankan dan para pelayan.

Kush juga terkenal karena penguasa perempuannya yang kuat. Dikenal sebagai kandakes, ratu dan ibu suri ini tidak segan-segan untuk mengangkat senjata. Sejarawan Yunani Strabo merujuk pada Ratu Amanirenas (menyebutnya dengan keliru sebagai Ratu Candace), yang bertempur melawan Romawi pada abad pertama SM sebagai “jenis perempuan maskulin, dan satu matanya buta.” Ratu Amanitore, yang memerintah di awal abad berikutnya, digambarkan di dinding kuil memegang pedang yang panjang.

Pada abad keempat M, kerajaan melemah, kemungkinan setelah serangan kerajaan terdekat Aksum. Bagian yang membanggakan dari sejarah bangsa Sudan, Meroë sebagian besar diabaikan oleh Barat sampai abad ke-19 dan ke-20, ketika perampok makam dan kemudian arkeolog menggali kekayaannya.

Masjid Agung Djenne, Mali. Dibangun pada awal abad ke-20 di situs masjid yang lebih tua. Bangunan ini menggunakan bahan dan desain yang digunakan selama satu milenium, setidaknya sejak Kekaisaran Mali (1240-1645 M). (Carsten ten Brink/World History Encyclopedia)

Jenne-Jeno, Mali: rumah para pengrajin

Gurun Sahara terbentang di Afrika bagian utara, menciptakan penghalang yang, dipercaya sejarawan Barat, menghalangi kota agar tidak berkembang sampai abad kesembilan SM, ketika pedagang dari utara mengatur jalur perdagangan melalui pasir yang luar biasa. Penemuan kota kuno Jenne-Jeno yang hidup, dekat Djenné di Mali modern, membuktikan mereka salah.

Pada 1970-an, foto udara mengungkapkan sisa-sisa gundukan permukiman di lahan subur dekat Sungai Niger. Di situs ini, arkeolog Susan dan Roderick McIntosh mengungkapkan komunitas yang dulunya ramai dengan penanggalan sekitar 250 SM, membuatnya salah satu kota tertua yang ditemukan di Afrika Sub-Sahara.

     

Baca Juga: Kota Kuno Kekaisaran Mittani Muncul Kembali di Sungai Tigris di Irak

Baca Juga: Merapah Rempah: Sejumput Cengkih Maluku di Rumah Tuan Puzurum

Baca Juga: Kota Kuno Busra asy-Syam, Saksi Kejayaan Tiga Peradaban Besar Dunia