LIFE, Teknologi Canggih yang Kelak Mengungkap Lebih Banyak Ekstrasurya

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 7 Juni 2022 | 13:00 WIB
Ada banyak ekstrasurya menanti untuk diungkap di luar sana, jika LIFE dan konsep interferometri disetujui badan antariksa. (NASA/JPL-Caltech)

Nationalgeographic.co.id—Waktu Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST) diluncurkan tahun lalu, para astronom terkejut dan kagum padanya. Teleskop ini punya kepekaan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mengintip lebih dalam antariksa, dan mengungkap objek yang jauh.

Perkembangan teknologi berikutnya akan mengantarkan versi yang lebih hebat, dan lebih ringan daripada JWST. "Jika Anda ingin terus mendapatkan resolusi sudut yang lebih baik, maka Anda harus membuat teleskop yang semakin besar—atau Anda harus beralih ke interferometri,” kata Scott Gaudi, astronom dan pemburu planet ekstrasurya Ohio State University dalam Popular Science.

Interferometri Nulling merupakan teknik pengamatan yang mengumpulkan data tentang objek astronomi dengan mencampur cahaya dari beberapa pandangan simultan dari target yang sama.

Cara ini mengacu pada bagaimana cahaya ini dapat digabungkan untuk memblokir latar belakang suatu objek untuk meningkatkan sinyal yang berasal dari target yang lebih redup. Contohnya adalah untuk mengamati suatu planet yang redup, pengamatan harus memblokir cahaya bintang induknya agar sinyal penglihatan lebih kuat.

Dibandingkan dengan teknologi lain, interferometri akan jadi cara terbaik untuk meredupkan cahaya bintang, bahkan 10 miliar kali atau lebih. Planet ekstrasurya berbatu yang mirip Bumi pun akan cukup diungkapkan, karena selama ini para ilmuwan mencari seperti ini sebagai kandidat penampung kehidupan di luar angkasa.

Keunggulan lainnya, cara ini bisa diterapkan karena menggunakan alat yang lebih ringan. Sebab, alat-alat berat yang biasa dilengkapi detektor tidak digunakan, dan menghilangkan strut penghubung di antara kolektor cahaya.

"Interferometeri terus muncul—berulang-ulang,” kata Gaudi. "Saya pikir itu sangat banyak di masa depan."

Kelak, interferometer nulling akan digunakan lewat LIFE, singkatan dari Large Interferometer for Exoplanets. Orang yang mengupayakannya terwujud adalah Sacha Quanz, astrofisikawan di Eidgenössische Technische Hochschule (ETH) Zurich, Swiss.

Tahun lalu, Badan Antariksa Eropa (ESA) menentukan tiga tema misi utama untuk beberapa dekade mendatang, dan memburu ekstrasurya salah satunya. Mengutip Science, konsep LIFE jadi perbincangan meski gagasannya sudah ada beberapa dekade silam, tetapi gagasannya kerap terhalangi masalah teknologi dan keuangan.

Interferometri pertama kali diusulkan oleh insinyur listrik Stanford University Ronald Barcewell pada 1978. Konsep itu kemudian diambil oleh ESA dan NASA, secara terpisah, untuk membuat misi Darwin (1993) dan Terrestrial Planet Finder Interferometer (2002).

Namun, masalah anggaran membuat TPFI kemudian dibatalkan pada 2007, dan diikuti oleh ESA pada Darwin. Konsep itu dikubur oleh kedua pihak antariksa karena tidak mungkin bisa diwujudkan.

Semua berubah ketika misi Kepler dengan metode transitnya berhasil mengungkap banyak planet ekstrasurya. Kepler bisa mengamati bintang cukup lama dan menyingkap planet yang mengitarinya beberapa kali. Agar melakukan metode transit yang baik, Kepler mengamati petak langit yang sama sepanjang masa kerjanya.