Sejarah Kelam Mumi Mesir di Eropa: Dibongkar, Dihancurkan dan Dimakan

By Utomo Priyambodo, Kamis, 9 Juni 2022 | 09:00 WIB
Mumi Mesir yang dibuka di British Museum di London. ()

Nationalgeographic.co.id—Eropa punya sejarah kelam saat orang-orangnya terobsesi dengan mumi-mumi Mesir. Sejarah ini terjadi ketika orang-orang Eropa melakukan praktik kanibalisme terhadap mumi-mumi Mesir.

Praktik ini didorong oleh keyakinan bahwa sisa-sisa manusia yang dihaluskan dan diberi pewarna itu dapat menyembuhkan apa saja, mulai dari penyakit pes hingga sakit kepala. Lalu ada pula ide-ide mengerikan yang dimiliki orang-orang Victoria tentang hiburan setelah makan malam. Mayat-mayat orang Mesir kuno yang dibalut perban menjadi subjek daya tarik bagi orang-orang Victoria itu sejak Abad Pertengahan hingga abad ke-19.

Marcus Harmes, Profesor di Pathways Education, University of Southern Queensland, menulis dalam sebuah artikel bahwa keyakinan bahwa mumi dapat menyembuhkan penyakit mendorong orang-orang selama berabad-abad untuk menelan sesuatu yang rasanya tidak enak.

"Mumia, produk yang dibuat dari tubuh mumi, adalah zat obat yang dikonsumsi selama berabad-abad oleh orang-orang kaya dan miskin, tersedia di toko-toko apotek, dan dibuat dari sisa-sisa mumi yang dibawa dari makam-makam Mesir ke Eropa," tulis Harmes dalam artikelnya di The Conversation.

Pada abad ke-12, para apoteker menggunakan mumi-mumi yang digiling untuk khasiat obat dunia lain mereka. Mumi adalah obat yang diresepkan hingga 500 tahun ke depan.

"Di dunia tanpa antibiotik, dokter meresepkan tengkorak, tulang, dan daging yang digiling untuk mengobati penyakit mulai dari sakit kepala hingga mengurangi pembengkakan atau menyembuhkan wabah," catat Harmes.

Tidak semua orang meyakini khasiat mumi. Guy de la Fontaine, seorang dokter kerajaan, meragukan mumia adalah obat yang berguna dan melihat mumi palsu yang dibuat dari petani mati di Alexandria pada tahun 1564. Dia menyadari bahwa orang-orang bisa ditipu. Mereka tidak selalu memakan mumi-mumi kuno yang asli.

"Tapi pemalsuan menggambarkan poin penting: ada permintaan konstan untuk daging mati untuk digunakan dalam pengobatan dan pasokan mumi Mesir asli tidak dapat memenuhi ini," tulis Harmes. "Para apoteker dan herbalis masih meracik obat mumi hingga abad ke-18."

Tidak semua dokter berpikir bahwa mumi-mumi yang tua dan kering adalah obat terbaik. Beberapa dokter percaya bahwa daging dan darah segar memiliki vitalitas yang tidak dimiliki mayat-mayat yang sudah lama meninggal.

Klaim bahwa mayat segar paling baik diyakini bahkan oleh bangsawan yang paling mulia sekalipun. Raja Inggris Charles II mengambil obat yang terbuat dari tengkorak manusia setelah menderita kejang, dan, sampai tahun 1909, para dokter biasa menggunakan tengkorak-tengkorak manusia untuk mengobati kondisi neurologis.

Bagi orang-orang kerajaan dan kalangan elite sosial, makan mumi tampaknya obat yang cocok. Sebab, para dokter mengklaim mumia itu dibuat dari mayat para firaun. Jadi, orang-orang kerajaan memakan orang-orang kerajaan pula.

Pada abad ke-19, orang-orang tidak lagi mengonsumsi mumi untuk menyembuhkan penyakit. Orang-orang Victoria mengadakan "pesta membuka bungkus" di mana mayat-mayat Mesir akan dibuka untuk hiburan di pesta pribadi.