Namun, sadar akan ketidakjelasan, Corbeill juga menyebutkan bahwa ‘jempol yang diputar’ itu mungkin mengarah ke dada. Ini melambangkan kemenangan gladiator yang menghunus pedangnya ke jantung lawan.
Sejarawan Edwin Post memiliki pendapat yang berbeda. Menurutnya keputusan kematian atau hukuman tidak dilakukan dengan jari. Ini disebabkan karena besarnya amfiteater dan kerumunan penonton.
Seorang gladiator tidak akan dapat melihat gerakan tangan dari posisinya di bagian bawah arena. “Sehingga ia juga tidak bisa membedakan ke arah mana ibu jari penonton menunjuk,” tambah White.
Baca Juga: Wanita-Wanita Tangguh dalam Pertarungan Brutal Gladiator Romawi
Baca Juga: Kaisar Romawi Commodus: Penguasa Korup yang Suka Membunuh Orang Cacat
Baca Juga: Mengapa Masyarakat Romawi Kuno Menggemari Olahraga Berdarah?
Post juga menyebutkan bahwa orang Romawi adalah orang yang sangat percaya takhayul. Mereka tidak akan mengarahkan ibu jari ke dada untuk melambangkan pedang yang ditusukkan jantung. Jika dilakukan, itu sama saja dengan melakukan pantomim kematian mereka sendiri.
Sebaliknya, Post berargumen bahwa penonton berteriak dan melantunkan frasa yang berkaitan dengan membunuh yang kalah.
Beragam gestur belas kasihan bagi gladiator yang kalah
Gestur belas kasihan sama ambigunya dengan kutukan, tetapi, secara umum disepakati di antara sejarawan bahwa itu bukan gerakan klasik mengacungkan jempol seperti yang ditunjukkan dalam budaya populer.
Sejumlah sejarawan memiliki pendapat lain. Kepalan tangan, dengan ibu jari ditekan ke jari lainnya atau di dalam kepalan, berarti belas kasihan bagi gladiator yang kalah. Gerakan ini memiliki beberapa kemungkinan validitas dengan alasan bahwa ibu jari melambangkan kekuatan. Atau ‘ibu jari yang bermusuhan’ melambangkan niat jahat sehingga harus disembunyikan saat menawarkan belas kasihan.
Penjelasan lain untuk gerakan belas kasihan adalah bahwa ibu jari dan jari telunjuk disatukan. Gestur ini mewakili pedang yang ditempatkan kembali ke dalam sarung untuk menyelamatkan gladiator yang kalah.
Nasib jempol belum diputuskan di zaman modern
Kurangnya bukti pasti dari sejarawan Romawi kuno membuat munculnya banyak perbedaan. Bahkan sumber-sumber kuno pun memiliki banyak perbedaan dalam penjelasan soal penentuan nasib gladiator.
Karena alasan tersebut, para sejarawan modern memilih sumber mana yang paling dapat diandalkan untuk membentuk pendapat mereka.
Dunia modern mungkin tidak pernah memiliki pemahaman yang pasti tentang bagaimana gladiator yang kalah diampuni atau dikutuk.