Kisah Adu Nasib Para Pekerja Migran Gelap Indonesia di Belanda

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Minggu, 19 Juni 2022 | 10:00 WIB
Eko Susanto (bukan nama sebenarnya) seorang pekerja migran tak berdokumen berasal dari Indonesia yang pernah bekerja di Belanda. Akibat terlilit-hutang yang tak kunjung ia bayar, ia terpaksa meninggalkan keluarga demi menjadi pekerja tidak berdokumen. (Rahmad Azhar Hutomo/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Sampai saat ini, Indonesia dan Belanda tidak punya kesepakatan untuk mengirimkan pekerja migran. Pekerja migran Indonesia di Belanda hanya ada di sektor-sektor tertentu, seperti kemampuan tinggi dan kesehatan.

"Banyak saat ini pengiriman perawat [dari Indonesia] di Belanda tapi itu pun bukan untuk bekerja, tapi internship istilahnya," kata Yasmin Soraya Fernandez dalam Bincang Redaksi-50 bertajuk Degap Buruh Gelap Indonesia di Belanda pada Jumat, 10 Juni 2022.

"Saat ini diusahakan oleh salah satu agen tenaga kerja di Belanda untuk mendatangkan perawat yang bekerja di ICU yang tingkat skillnya tinggi untuk bekerja di Belanda. Sektornya terbatas di itu saja."

Dia adalah pengamat pekerja migran tak berdokumen di Eropa. Pengamatannya ini diangkat menjadi kisah di majalah National Geographic Indonesia edisi Juni 2022 bersama fotografer dokumenter Rahmad Azhar Hutomo.

"Teman-teman mungkin hanya mengira buruh migran adanya di Asia Barat atau di Asia Tenggara—Singapura, Malaysia—Hong Kong. Jarang ada yang mendengar bahwa di Eropa ada buruh migran Indonesia, memang tidak ada pengiriman resmi buruh atau pekerja migran Indonesia ke Eropa," lanjutnya. Pekerja migran Indonesia di sektor kemampuan rendah hanya baru bisa diterima di Polandia.

Yasmin menjelaskan, sebenarnya para pekerja migran ini datang ke negara-negara Eropa secara legal. Tetapi apa yang membuatnya menjadi gelap, ketika mereka bekerja menggunakan visa yang berbeda dari seharusnya, seperti visa turis atau kunjungan keluarga.

Namun, karena mereka bekerja di sini, status visa mereka melampaui batas yang ditentukan, dan tidak dapat mengurus izin tinggal serta kerja yang resmi. Inilah yang membuat mereka disebut sebagai pekerja migran tak berdokumen.

Kehidupan mereka di negeri kincir angin tidak seindah dari yang dibayangkan. Awalnya, para agen menawarkan mereka untuk bekerja di Eropa dengan rayuan keelokannya dan kemasyhurannya. Rayuan seperti itu seolah menjadi harapan mengubah nasib bagi pekerja di Indonesia yang memiliki masalah ekonomi atau pekerjaan.

"Jadi kawan-kawan ini mengalami banyak permasalahan yang meskipun mereka di sini, kalau misalkan teman-teman melihat kondisi pekerja tak berdokumen lebih baik dari Saudi Arabia—wah mereka pakai [mata uangnya] euro," kata Azhar.

"Sepertinya terlihat mewah, padahal mereka juga menemui permasalahan yang mereka temui. Sedikit melakukan kesalahan misalnya menyeberang lampu merah saat tidak lampu hijau, mereka bisa tertangkap dan mereka—betul bukan kriminal dan hak-haknya dihormati sekali—ada kemungkinan untuk dideportasi." 

Bincang Redaksi-50 bertajuk Degap Buruh Gelap Indonesia di Belanda pada 10 Juni 2022. (National Geographic Indonesia)

Selain para agen, kerap juga pekerja Indonesia lain menceritakan kisah keberhasilannya bekerja di Eropa. Kisah kesuksesan mereka seolah menjadi mimpi gemilang yang sebenarnya memiliki sisi buruk terselubung.