Axungia hominis, Ramuan 'Lemak Manusia' yang Ampuh Mengobati Penyakit

By Sysilia Tanhati, Rabu, 15 Juni 2022 | 14:00 WIB
Lemak manusia biasanya diambil dari tubuh tahanan yang dieksekusi juga tentara yang mati di medan perang. (Frans van Mieris the Younger/Amsterdam Museum)

Nationalgeographic.co.id—Hubungan manusia dengan lemak tubuh mereka mengalami perubahan dramatis dari waktu ke waktu. Misalnya di abad ke-16, ramuan Axungia hominis diketahui menggunakan lemak manusia sebagai salah satu bahan bakunya.

Lemak hewan atau asam stearat digunakan dalam produk kosmetik sebagai pengemulsi, emolien, dan pelicin dalam produk kosmetik. Bangsa Celt bahkan membuat sabun mereka dari lemak hewani dan abu tanaman.

Namun para profesional medis membeli lemak manusia untuk pengobatan. Disimpan di dalam kantong, lemak ini diambil langsung dari tubuh orang mati.

Dalam makalah “Melting Moments: The Greasy Sources of Modern Perceptions of Fat”, Profesor Christopher E. Forth memaparkan kisah suram penggunaan lemak di masa lalu.

Pengadaan, penjualan, dan penggunaan lemak manusia adalah perdagangan yang sarat dengan takhayul di abad ke 16.

Pada saat itu, penyihir menjadi tersangka utama yang selalu memanfaatkan lemak manusia ini. Ini membuat ketakutan akan penyihir semakin menjadi-jadi. Masyarakat takut jika lemak tubuh mereka diambil paksa dan digunakan untuk tujuan terlarang. Sebagian bahkan berpikir bahwa lemak itu digunakan dalam upacara untuk mengubah manusia jadi manusia serigala.

“Bagi pencuri yang percaya, lemak manusia digunakan untuk membuat lilin khusus,” tulis Forth. Lilin yang terbuat dari lemak manusia dapat melindungi pencuri saat melakukan aksinya. Dan tentu saja, pencuri rela membutuh untuk mendapatkan bahan baku lilin itu.

Lemak dari narapidana

Di Eropa abad ke-16, Axungia hominis (lemak manusia) dipercaya dapat mengobati radang sendi, nyeri tulang, sakit gigi, atau asam urat. Diterjemahkan dalam bahasa sehari-hari sebagai 'pendosa yang malang', lemak ini biasanya diambil dari tubuh tahanan yang dieksekusi.

Di Eropa abad ke-16, Axungia hominis (lemak manusia) dipercaya dapat mengobati radang sendi, nyeri tulang, sakit gigi, atau asam urat. (Wikipedia)

Sejak zaman kuno, lemak manusia dan hewan telah menjadi perhatian besar para dokter karena kemungkinan sifat penyembuhannya. Tetapi upaya untuk memanfaatkan lemak dalam produksi obat-obatan baru berkembang pada abad ke-16 dan ke-17. “Ini terjadi di seluruh Eropa, khususnya di Prancis dan Jerman,” tulis Joanna Gillan dilansir dari laman Ancient Origins.

Untuk algojo, ini berarti bisnis besar! Mereka akan “memanen” lemak manusia dari penjahat yang baru dieksekusi. Lalu menjualnya ke dokter dan apoteker dengan harga murah. Sampai pertengahan abad ke-18, algojo di Jerman bahkan membuat ramuan lemak manusia buatan mereka sendiri.

Selain tahanan yang dieksekusi, para tentara yang gugur di medan perang juga menjadi “pasokan” untuk membuat ramuan ini. Setelah pertempuran berdarah di Pengepungan Ostend pada tahun 1601, ahli bedah Belanda menyerbu medan perang. Untuk apa? Mereka segera bekerja mengumpulkan lemak sebanyak mungkin. Lemak ini kemudian digunakan untuk mengobati luka tentara yang terluka.

    

Baca Juga: Penyakit Kelamin Menjangkiti Kekuatan Militer Hindia Belanda

Baca Juga: Pagebluk Tanah Perawan, Penyakit Misterius Akhiri Kejayaan Athena

Baca Juga: Studi Baru: Nonton TV Satu Jam Sehari Kurangi Risiko Penyakit Jantung?

Baca Juga: Musuh Tak Kasatmata nan Mematikan: Empat Pagebluk Terburuk Dunia Kuno

     

Lemak manusia digunakan untuk mengobati berbagai penyakit. Biasanya berbentuk salep yang dioleskan pada kulit atau perban yang direndam lemak. Cara ini diyakini sangat efektif untuk mengurangi jaringan parut dan menyembuhkan luka. Selain itu, Axungia hominis juga dapat mengurangi nyeri sendi, dan mendorong pertumbuhan saraf dan tendon.

Demam lemak ini melanda Paris selama Revolusi Prancis. Bahkan tukang daging dipercaya menjual lemak guillotiné yang berasal dari mayat eksekusi.

Apakah lemak manusia benar-benar mujarab?

Keyakinan bahwa lemak manusia memiliki khasiat penyembuhan tidak sepenuhnya salah. Sekarang diketahui bahwa jaringan lemak dapat mendorong pertumbuhan pembuluh darah baru. Pada awal 1900-an di Jerman, lemak manusia masih digunakan untuk desinfeksi luka dan perawatan bedah bekas luka. Sampai tahun 1960-an, lemak manusia dari plasenta digunakan dalam krim anti-kerut.

Akhirnya, persediaan lemak manusia untuk digunakan dalam pengobatan berkurang. Demikian juga keinginan untuk menggunakan krim yang terbuat dari mayat.

Apakah penggunaan lemak manusia berhenti di zaman modern? Tampaknya masih ada sebagian orang yang melakukan eksperimen aneh, salah satunya dengan menggunakan lemak manusia.

Forbes mengulas tentang dokter Beverly Hills Craig Alan Bittner yang memanfaatkan lemak manusia. Lemak dari klinik sedot lemaknya menjadi bahan baku biodiesel untuk SUV Ford-nya.

Sementara itu, pada tahun 2009 di Huánuco, Peru, sebuah geng diburu oleh polisi. Beredar desas-desus bahwa mereka membunuh petani dan mengeringkan mayatnya. Ketika tertangkap, mereka membawa botol-botol lemak manusia yang dihargai £36.000 per galon. Lemak diambil dari paha korban dan dijual sebagai krim anti-kerut.