Hari Sedih bagi Happy sang Gajah Asia di Kebun Binatang Bronx

By Utomo Priyambodo, Jumat, 17 Juni 2022 | 14:00 WIB
Gajah Asia. (BB 22385/Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Happy adalah gajah Asia berusia 51 tahun, lahir di alam liar di Asia dan kemudian ditangkap dan dibawa ke Amerika Serikat saat ia berusia 1 tahun. Sejak 1977, dia telah menjadi penghuni di Kebun Binatang Bronx, dan dia saat ini menempati area pameran seluas satu hektare sendiri.

Banyak orang tidak setuju bahwa Happy harus berada di kebun binatang. Faktanya, 1,4 juta orang dari 90 negara berbeda telah menandatangani petisi di Change.org untuk mencoba dan meminta Kebun Binatang Bronx mengakhiri kurungan isolasinya dan membebaskannya ke suaka gajah di cagar alam.

Cagar alam ini memungkinkan gajah untuk bebas berkeliaran dengan gajah lain di lingkungan yang lebih alami. Seperti manusia, diketahui bahwa gajah dapat mengembangkan masalah emosional dan fisik ketika tinggal di ruang kecil dan terisolasi.

Bersamaan dengan ini, telah muncullah kampanye besar menggunakan tagar #FreeHappy.

Di bawah undang-undang kesejahteraan hewan saat ini, dapat diterima untuk memenjarakan seekor gajah di sebuah pameran kecil. Tapi Happy sedikit berbeda.

Eksperimen dan penelitian menemukan bahwa Happy dapat menunjukkan kesadaran diri melalui tes cermin pada tahun 2005. Tes ini membuatnya berulang kali menyentuh "X" putih di dahinya, sementara dia melihat ke cermin besar.

Ini adalah bagian dari bukti yaang Nonhuman Rights Project bawa ke pengadilan untuk menjalani sidang habeas corpus untuk menentukan keabsahan pemenjaraan Happy. Hak Habeas corpus adalah cara bagi orang untuk menantang kurungan ilegal apa pun.

"Dia memiliki minat dalam menjalankan pilihannya dan memutuskan dengan siapa dia ingin bersama, dan ke mana harus pergi, dan apa yang harus dilakukan, dan apa yang harus dimakan," kata pengacara proyek Monica Miller kepada Associated Press pada bulan Mei, seperti dilansir IFLScience. "Kebun binatang melarangnya membuat pilihan itu sendiri."

Kebun Binatang Bronx tidak setuju dengan Nonhuman Rights Project. Mereka bersikeras bahwa Happy adalah gajah yang dirawat dengan baik dan dihormati. Bukan person atau napi yang dipenjara secara ilegal.

Mereka juga mengklaim bahwa Nonhuman Rights Project "menggunakan Happy dengan cara yang sama seperti mereka menggunakan hewan-hewan dalam kasus-kasus lain dalam upaya mereka untuk mengubah hukum habeas corpus selama berabad-abad dan memaksakan pandangan dunia mereka sendiri bahwa hewan tidak boleh berada di kebun binatang."

Pekan ini muncullah keputusan dari pertempuran di pengadilan. Dalam keputusan 5-2, Pengadilan Banding New York menolak gugatan ini dan mengatakan bahwa Happy bukanlah "person" yang menjadi sasaran penahanan ilegal.

Baca Juga: Gunakan YouTube, Peneliti Amati Respons Gajah Asia Terhadap Kematian

Baca Juga: Peneliti: Gajah yang Ditangkap dari Alam Liar Cenderung Berumur Pendek

Baca Juga: Kebun Binatang Ini Adakan Konser Musik untuk Menghibur Para Gajah

Baca Juga: Pro Kontra Larangan Gurita, Kepiting, dan Lobster Digoreng Hidup-Hidup

Baca Juga: Bagaimana Ilmuwan Tahu Gurita, Kepiting, Lobster Bisa Merasakan Sakit?

"Tidak ada yang membantah bahwa gajah adalah makhluk cerdas yang layak mendapatkan perawatan dan kasih sayang yang tepat," kata putusan pengadilan, tetapi "tidak ada dalam preseden kami atau, pada kenyataannya, pengadilan negara bagian atau federal mana pun, memberikan dukungan untuk gagasan bahwa surat tuntutan dari habeas corpus adalah atau seharusnya dapat diterapkan pada hewan bukan manusia."

Tentu saja, Nonhuman Right Project tidak senang dengan putusan ini. "Ini bukan hanya kerugian bagi Happy, yang kebebasannya dipertaruhkan dalam kasus ini dan yang tetap dipenjara di pameran Kebun Binatang Bronx," kata mereka dalam sebuah pernyataan."

"Ini juga kerugian bagi semua orang yang peduli untuk menegakkan dan memperkuat nilai-nilai dan prinsip-prinsip keadilan yang paling kita hargai –otonomi, kebebasan, kesetaraan, dan keadilan– dan memastikan sistem hukum kita bebas dari penalaran yang sewenang-wenang dan bahwa tidak ada satu individu pun yang ditolak hak-hak dasarnya hanya karena siapa mereka."

Ada beberapa perbedaan pendapat terhadap keputusan tersebut dan Hakim Jenny Rivera berkata: "Sangkar emas tetaplah sangkar. Happy mungkin makhluk yang bermartabat, tetapi tidak ada yang bermartabat tentang penahanannya."