Bahasa Persia Menghubungkan Negeri Safawi, Mughal, hingga Ottoman

By Galih Pranata, Sabtu, 25 Juni 2022 | 10:00 WIB
Ibrahim Pasha dari Kesultanan Ottoman Turki menunggang kuda dengan hiasan bulu pada kuda dan pakaian kebesarannya. (Abraham de Bruyn, 1577)

Karya-karya sejarah Ottoman dan Mughal yang disusun dalam bahasa Persia menempati tempat penting dalam kumpulan tulisan sejarah berorientasi istana pada periode itu.

Meskipun bahasa sastra yang paling utama di wilayah Ottoman adalah bahasa Turki, bahasa Persia, yang dianggap sebagai bahasa elite, menjadi media pilihan untuk memproyeksikan citra kekaisaran yang flamboyan, sekaligus menjadi media linguistik alternatif untuk menyusun puisi dan risalah sejarah.

Taj Mahal di India merupakan warisan sejarah Kerajaan Mughal. (Thinkstock)

Sejarah Utsmaniyah yang disusun dalam bahasa Persia mulai ditulis pada abad ke-15 dan dijunjung tinggi oleh para sarjana Ottoman atau Utsmaniyah bersama dengan karya-karya Turki.

Karya-karya ini tetap populer sampai akhir abad keenam belas di Kekaisaran Ottoman. Penghargaan yang diberikan kepada komposisi Persia, serta pengaruh karya-karya Persia pada penulisan sejarah Ottoman berikutnya, sangat besar.

Begitu juga setelah pengaruh Persia masuk, meskipun Kerajaan Mughal yang berbahasa India, para sarjana dan cendekiawannya akan menulis sejarah bangsanya dengan bahasa Persia, sebagaimana dilakukan juga oleh Ottoman.

Dengan demikian, budaya Persia yang bernilai tinggi, berikut juga bahasanya yang ditiru di kerajaan Mughal dan Ottoman, membawa mereka ke dalam ikatan kerajaan yang sama. Tiga negeri yang saling terhubung dengan bahasa Persia.