Bahasa Persia Menghubungkan Negeri Safawi, Mughal, hingga Ottoman

By Galih Pranata, Sabtu, 25 Juni 2022 | 10:00 WIB
Ibrahim Pasha dari Kesultanan Ottoman Turki menunggang kuda dengan hiasan bulu pada kuda dan pakaian kebesarannya. (Abraham de Bruyn, 1577)

Nationalgeographic.co.idHubungan menarik dari abad pertengahan adalah masa lalu bersama antara kekaisaran Ottoman, Safawi, dan Mughal yang membentang dari Himalaya ke Samudra Hindia hingga Laut Mediterania.

"Tiga kerajaan ini meninggalkan warisan abadi pada lanskap politik, agama, budaya, dan komersial di Timur Dekat dan India," tulis Salma Ahmed Farooqui kepada The Siasat Daily dalam artikel berjudul "Persian language connected Safavid, Ottoman and Mughal worlds" terbit pada 12 Mei 2020.

"Kerajaan Islam besar Ottoman (Utsmaniyah), Safawi, dan Mughal memiliki tingkat kesinambungan budaya dan kelembagaan yang luar biasa," terusnya. Persia menjadi bahasa istana, dan bahasa Arab berfungsi sebagai bahasa keilmuan Islam.

Di masa kejayaannya, Mughal India atau Kekaisaran Ottoman menarik begitu banyak sarjana dan sastrawan Persia, yang secara nyata menciptakan saluran intelektual di Persia Safawi.

Islam juga menjadi faktor penting dalam memberikan rasa berbagi literatur dan keilmuan, berbagi praktik kebaktian dan berbagi masa lalu sekaligus sebagai identitas kesejarahan.

Informasi dan pengetahuan dalam sistem politik pra-kolonial dan kolonial yang besar, meskipun tidak eksklusif, diawaki oleh ahli-ahli Taurat, penulis, dan negarawan yang memiliki pemahaman bahasa utama kekuasaan pada masa itu, yaitu Persia.

Lebih jauh, tradisi Sufi dan budaya sastra Persia yang mencakup segalanya yang menekankan pada akomodasi dan kompromi kini menjadi semakin sentral dalam pembangunan negara.

Namun, yang lebih penting adalah kenyataan bahwa selain peningkatan besar dalam skala koordinasi dan akomodasi ini, banyak elit asli Ottoman dan Mughal mulai mengidentifikasi diri mereka, tidak hanya dengan sistem negara tetapi juga dengan budaya Persia yang baru.

Persia Klasik dalam bentuk teks puisi dan risalah sejarah, menemukan pembacanya di antara pejabat Ottoman dan Mughal serta fungsionaris dan perantara lainnya. Bahasa dan budaya Persia menjadi penghubung utama antara Persia Safawi, Turki Utsmani, dan India Mughal.

 Baca Juga: Konstantinopel Berubah Jadi Istanbul Bukan Saat Direbut Sultan Ottoman

 Baca Juga: Awal Konflik Besar Yunani-Persia: Pertempuran Maraton yang Legendaris

 Baca Juga: Kala Kekaisaran Mughal dari India Menguasai Ekonomi Dunia Abad 17

Karya-karya sejarah Ottoman dan Mughal yang disusun dalam bahasa Persia menempati tempat penting dalam kumpulan tulisan sejarah berorientasi istana pada periode itu.

Meskipun bahasa sastra yang paling utama di wilayah Ottoman adalah bahasa Turki, bahasa Persia, yang dianggap sebagai bahasa elite, menjadi media pilihan untuk memproyeksikan citra kekaisaran yang flamboyan, sekaligus menjadi media linguistik alternatif untuk menyusun puisi dan risalah sejarah.

Taj Mahal di India merupakan warisan sejarah Kerajaan Mughal. (Thinkstock)

Sejarah Utsmaniyah yang disusun dalam bahasa Persia mulai ditulis pada abad ke-15 dan dijunjung tinggi oleh para sarjana Ottoman atau Utsmaniyah bersama dengan karya-karya Turki.

Karya-karya ini tetap populer sampai akhir abad keenam belas di Kekaisaran Ottoman. Penghargaan yang diberikan kepada komposisi Persia, serta pengaruh karya-karya Persia pada penulisan sejarah Ottoman berikutnya, sangat besar.

Begitu juga setelah pengaruh Persia masuk, meskipun Kerajaan Mughal yang berbahasa India, para sarjana dan cendekiawannya akan menulis sejarah bangsanya dengan bahasa Persia, sebagaimana dilakukan juga oleh Ottoman.

Dengan demikian, budaya Persia yang bernilai tinggi, berikut juga bahasanya yang ditiru di kerajaan Mughal dan Ottoman, membawa mereka ke dalam ikatan kerajaan yang sama. Tiga negeri yang saling terhubung dengan bahasa Persia.