Benarkah Lupa Mengunci Gerbang Jadi Penyebab Kejatuhan Konstantinopel?

By Sysilia Tanhati, Kamis, 23 Juni 2022 | 13:00 WIB
Selama lebih dari 1.000 tahun, Konstantinopel bertahan melawan aliran serangan tanpa henti. ( Eugène Delacroix & Palma Le Jeune)

Selama lebih dari 1.000 tahun, Konstantinopel bertahan melawan aliran serangan tanpa henti. Ibukota Kekaisaran Bizantium ini terkenal dengan tembok kota yang dijaga ketat dan pertahanan yang hebat.

Sebagai benteng terakhir Kekristenan di Timur, Konstantinopel juga merupakan kota yang besar. Namun mungkinkah kota dengan segala pertahanan hebatnya jatuh karena penjaga lupa mengunci gerbang di saat genting?

Tembok yang menjaga kota

Memiliki posisi yang strategis antara Asia dan Eropa, Konstantinopel dikelilingi oleh air kecuali di bagian depan baratnya. Di sanalah Theodosius II membangun Tembok Theodosiannya yang terkenal. Tiga tembok benteng yang tak tertembus ini dikelilingi oleh parit selebar 20 meter. Berukuran tinggi 12 meter, dan tebal 5 meter, tembok tersohor ini memiliki 96 menara.

Meski mengalami pengepungan dan serangan silih berganti, Konstantinopel tetap berdiri selama berabad-abad.

Menghadapi perlawanan sultan Ottoman yang tangguh

Di tahun 1453, Kekaisaran Romawi Timur ini harus menghadapi lawan yang tangguh, Sultan Ottoman Mehmed II.

Dikenal sebagai pemimpin yang tidak sabaran, ambisius, dan kejam, Mehmed II memimpin orang-orang Turki menuju kemenangan. Ia dapat mengatur pasukan darat dan angkatan lautnya dengan brilian. Penggunaan taktik pengepungan yang segera membuat tembok kastil di seluruh Eropa menjadi usang.

Terisolasi dari wilayah Kristen lainnya, jumlah pasukan Konstantinus XI jelas kalah banyak jika dibandingkan dengan Mehmed II. Mehmed membawa serta 80.000 orang bersenjatakan meriam besar. Bahkan salah satunya dikatakan memiliki panjang hingga 9 meter. “Bayangkan ketika 5.000 prajurit Romawi harus melawan kekuatan sebesar itu,” ungkap Cecilia Bogaard dilansir dari laman Ancient Origins.

Saking hebat persenjataannya, Mehmed memperingatkan bahwa serangannya mampu membuat orang tidak bisa berkata-kata atau menyebabkan keguguran. Meriam kecil yang dibawanya mampu menembak hingga 100 kali dalam sehari.

Kesultanan Utsmaniyah memulai pengepungan selama 53 hari pada tanggal 6 April 1454. Dengan jumlah prajurit dan persenjataan, sudah jelas bahwa itu adalah pertempuran yang tidak seimbang. “Konstantinopel tidak mampu menahan teknologi modern seperti itu,” Bogaard menambahkan.

Usaha menembus Tembok Konstantinopel

Para penyerang berusaha sebaik mungkin untuk menaklukkan kota. Dalam satu serangan, mereka memulai dengan pemboman artileri berat sebelum menyerbu titik terlemah di dinding. Setelah dua jam, prajurit romawi memaksa para penyerang mundur.

Serangan lain menggunakan meriam yang kuat untuk melubangi gerbang. Menggunakan titik masuk ini, pasukan penyerbu mengalir ke kota, tetapi dibantai oleh penduduk Konstantinopel. Penduduk dengan mudah menghabisi setiap prajurit saat mereka masuk melalui celah itu.

Tepat ketika sepertinya tidak ada cara untuk berhasil memasuki kota, seseorang kebetulan melihat Gerbang Karoporta secara tidak sengaja dibiarkan tidak terkunci. Pasukan penyerang membanjiri kota pada tanggal 28 Mei. Meskipun serangan gencar ini akhirnya berhasil dilawan, hal itu membutuhkan pengalihan pertahanan dari titik vital lainnya. Akibatnya, penjajah Turki Ottoman mampu menembus kota di sejumlah lokasi lain, mengakibatkan jatuhnya kota.

   

Baca Juga: Apakah Atilla sang Hun adalah Pemimpin Barbar Terhebat dalam Sejarah?

Baca Juga: Ini Alasan Mengapa Konstantinopel Disebut-sebut sebagai 'Roma Baru'

Baca Juga: Konstantinopel Berubah Jadi Istanbul Bukan Saat Direbut Sultan Ottoman

   

Dalam kekacauan dan pembantaian serangan itu, catatan sejarah tentang apa yang terjadi pada penjaga gerbang tidak ditemukan.

Kota ini jatuh ke tangan Ottoman pada tanggal 29 Mei. Namun benarkah ada prajurit yang demikian lengahnya? Bahkan hal ini menjadi lelucon hingga zaman modern. Elon Musk mengunggah sebuah meme di Twitter. Dalam memenya, seorang tentara Bizantium yang bertanya pada dirinya sendiri, “Apakah saya sudah mengunci gerbang?”

Teori ini pertama kali dicatat oleh sejarawan Bizantium Doukas, di Lesbos pada saat pengepungan yang terkenal itu. Detail ini dibuat untuk mengatasi kejutan penaklukan dan meremehkan penaklukan kota oleh orang Turki.

Ada juga yang berpendapat bahwa Sultan Mehmed memiliki persiapan yang lebih baik. Sehingga para prajuritnya mampu meledakkan jalan melalui tembok Konstantinopel yang kokoh itu.

Dengan jatuhnya Bizantium, Kesultanan Utsmaniyah pun menguasai Konstantinopel dan mengganti namanya menjadi Istanbul.