Selidik Hackmanite, Batu Ajaib yang Bisa Berubah Warna Tanpa Batas

By Ricky Jenihansen, Jumat, 24 Juni 2022 | 13:00 WIB
Hackmanite berubah ungu di bawah iradiasi UV, dan warnanya memudar kembali menjadi putih dalam beberapa menit di bawah cahaya putih biasa. (Mika Lastusaari)

Nationalgeographic.co.id—Tim ilmuwan University of Turku, Finlandia telah menyelidiki dan mengembangkan sifat-sifat mineral ajaib hackmanite selama hampir satu dekade. Para peneliti menemukan, bahwa batu permata langka ini dapat berubah warna berulang kali setelah terpapar radiasi UV tanpa rusak.

Temuan tersebut, menurut para peneliti, menunjukan hackmanite yang murah, yang mudah disintesis, juga merupakan bahan yang sangat baik karena daya tahannya yang tinggi. Hackmanite dapat diaplikasikan dan diterapkan untuk berbagai tujuan.

Aplikasi seperti personal UV monitoring dan pencitraan sinar-X telah dikembangkan berdasarkan kemampuan hackmanite untuk mengubah warna. Laporan studi ini telah dipresentasikan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) dengan judul "The structural origin of the efficient photochromism in natural minerals" baru-baru ini.

Untuk diketahui, hackmanite dapat mengubah warnanya dari putih menjadi ungu di bawah iradiasi UV dan akhirnya kembali menjadi putih jika tidak ada UV. Fitur struktural yang memungkinkan perubahan berulang seperti itu sejauh ini belum jelas.

Sekarang, setelah menyelidiki tiga mineral alami, yakni hackmanite, tugtupite dan scapolite, para peneliti telah menemukan jawabannya. Mineral pengubah warna yang diselidiki adalah bahan alami anorganik, tetapi ada juga senyawa organik, hidrokarbon, yang dapat berubah warna secara reversibel karena paparan radiasi.

Hidrokarbon ini, bagaimanapun, hanya dapat berubah warna hanya beberapa kali sebelum struktur molekulnya rusak. Hal ini karena perubahan warna melibatkan perubahan drastis dalam struktur, dan mengalami perubahan ini berulang kali akhirnya memecah molekul.

Scapolite putih berubah menjadi biru di bawah iradiasi UV. (Sami Vuori)

Profesor Mika Lastusaari dari Departemen Kimia University of Turku, Finlandia mengatakan, dalam penelitian ini, mereka menemukan untuk pertama kalinya bahwa sebenarnya ada perubahan struktural yang terlibat dalam proses perubahan warna juga.

"Ketika warna berubah, atom natrium dalam struktur bergerak relatif jauh dari tempat biasanya dan kemudian kembali. Ini bisa disebut pernapasan struktural dan tidak merusak struktur meskipun diulang berkali-kali," kata Profesor Mika Lastusaari dalam rilis University of Turku.

Para peneliti membuktikan bahwa kemampuan hackmanite untuk berganti-ganti antara bentuk putih dan ungu sangat dapat diulang. Menurut Profesor Lastusaari, keawetan ini disebabkan oleh struktur keseluruhan mineral-mineral ini yang mirip sangkar tiga dimensi, yang mirip dengan yang ditemukan pada zeolit.

Dalam deterjen, misalnya, struktur seperti sangkar memungkinkan zeolit ​​​​menghilangkan magnesium dan kalsium dari air dengan mengikatnya erat di dalam pori-porinya.

"Dalam mineral pengubah warna ini, semua proses yang terkait dengan perubahan warna terjadi di dalam pori-pori sangkar zeolit tempat atom natrium dan klorin berada," kata rekan peneliti Doktoral Sami Vuori.

"Artinya, struktur seperti sangkar memungkinkan gerakan atom di dalam sangkar sambil menjaga sangkar itu sendiri tetap utuh. Inilah sebabnya mengapa mineral dapat berubah warna dan kembali ke warna aslinya secara praktis tanpa batas waktu."

Sebelumnya, telah diketahui bahwa scapolite berubah warna lebih cepat daripada hackmanite, sedangkan perubahan tugtupite jauh lebih lambat.

Tugtupite adalah mineral langka, yang berubah menjadi merah muda saat terkena radiasi UV. (Sami Vuori)

"Berdasarkan hasil penelitian ini, kami menemukan bahwa kecepatan perubahan warna berkorelasi dengan jarak perpindahan atom natrium. Pengamatan ini penting untuk pengembangan material di masa depan, karena sekarang kita tahu apa yang dibutuhkan dari struktur inang untuk memungkinkan kontrol dan penyesuaian sifat perubahan warna," komentar Peneliti Doktoral Hannah Byron.

Lastusaari menjelaskan, karena tidak adanya metode karakterisasi untuk mineral langka ini, mereka juga mengembangkan metode baru sendiri. Hackmanite, menurutnya, memiliki potensi luar biasa untuk aplikasi Intelligent Materials Research Group di Departemen Kimia University of Turku, yang dipimpin oleh Lastusaari.

    

Baca Juga: Batu Bergambar Penis Romawi Kuno Ditemukan di Dekat Tembok Hadrian

Baca Juga: Kantong Batu: Temuan yang Membingungkan Jauh di Dalam Interior Bumi

Baca Juga: Rentetan Kemalangan yang Mengikuti Batu Kecubung Terkutuk dari Delhi

Baca Juga: Inovasi Teknologi Perkakas Batu 40.000 Tahun Silam di Situs Xiamabei

     

Mereka telah lama melakukan penelitian perintis pada bahan dengan sifat yang berhubungan dengan cahaya dan warna, terutama pada hackmanite. Mereka saat ini sedang menjajaki berbagai aplikasi untuk hackmanite, seperti kemungkinan mengganti LED dan bola lampu lainnya dengan mineral alami dan menggunakannya dalam pencitraan sinar-X.

Salah satu aplikasi paling menarik yang saat ini sedang dieksplorasi oleh para peneliti adalah dosimeter berbasis hackmanite dan detektor pasif untuk Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Aplikasi ini dimaksudkan untuk digunakan untuk mengukur penyerapan dosis radiasi bahan selama penerbangan luar angkasa.

“Kekuatan warna hackmanite tergantung pada seberapa banyak radiasi UV yang terpapar, yang berarti bahan tersebut dapat digunakan, misalnya, untuk menentukan indeks UV radiasi Matahari," kata Sami Vuori.

Hackmanite yang akan diuji di stasiun luar angkasa akan digunakan dengan cara yang sama, tetapi properti ini juga dapat digunakan dalam aplikasi sehari-hari. Kami misalnya sudah mengembangkan aplikasi ponsel untuk mengukur radiasi UV yang bisa digunakan oleh siapa saja."