Perkembangan Islam di Singapura, Kota Perdagangan Laut yang Penting

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 30 Juni 2022 | 15:00 WIB
Suasana Singapura sebagai Kota Pelabuhan, tempat berlabuh kapal-kapal perdagangan dari berbagai negara sekitar tahun 1920-an. (KITLV)

Nationalgeographic.co.id - Singapura, pulau kecil di ujung Semenanjung Malaya, dari dulu dan kini secara lokasi strategis untuk lokasi perdagangan mancanegara. Lokasinya membantu jalur perdagangan laut dari barat, seperti India, Persia, dan Arab, menuju Guangzhou di Tiongkok.

Beragam nama diberikan padanya, mulai dari Pulau Ujung, Temasek atau Tumasik, dan Kota Singa. Temasek pernah disebutkan dalam Negarakretagama, yang berarti "Kota Laut".

Sumber lain menyebutkan bahwa penyebutan Kota Singa (Lion City), yang sebenarnya bukan merujuk pada kucing besar itu, melainkan dari kata "singgah". Sebab, di masa Majapahit kota ini menjadi tempat persinggahan para pedagang.

Namun, kronik Melayu di abad ketujuh belas menyebut, seorang pangeran dari Sriwijaya di tahun 1299 berkunjung. Nama pangeran itu Sri Tri Buana. Ia melihat seekor singa di pulau itu dan memberi namanya sebagai Singapura, Kota Singa, dan dijadikan pos perdagangan untuk Kerajaan Sriwijaya.

Rose Liang dari National University of Singapore dalam tesis Ph.D tahun 2008 menyebut, Singapura mengalami beberapa serangan dari Kerajaan Jawa (Majapahit), dan Ayutthaya (Thailand).

Seorang pangeran dari Palembang bernama Parameswara pada 1388 terpaksa melarikan diri akibat serangan Majapahit. Ia mencari perlindungan di Singapura dengan membunuh dan mengganti penguasanya.

Kendati demikian, pada beberapa dekade kemudian Kerajaan Ayuttahya menyerang, membuat Parameswara melarikan diri ke Malaka dan memeluk Islam, serta mengembangkan Kesultanan Malaka. Akibat serangan dari Ayuttahaya, Singapura tidak dihuni lebih dari 400 tahun, terang Liang.

Asep Saefullah dari Puslitbang lektur dan Khazanah Keagaman Kementrian Agama Republik Indonesia, menulis makalah seminar tahun 2012. Singapura sudah memiliki kesultanan sebelum pada akhirnya dikuasai Kesultanan Malaka.

Penguasa Kerajaan Temasek secara berturut-turut adalah Sri Tri Buana (1299-1347), Sri Pikrama Wira (1347-1362), Sri Rana Wikema (1362-1375), Sri Maharaja (1375-1388), dan Sri Sultan Iskandar Syah yang memerintah lima tahun, sebelum akhirnya berpihak pada Malaka.

"Sampai di sini, asal-usul Singapura masih simpang siur, terlebih masa-masa sebelum kedatangan Portugis pada tahun 1510 di Nusantara, yang setahun kemudian 1511, menaklukkan Malaka," tulis Asep.

Lokasinya yang strategis pulalah yang membuat Islamisasi berkembang di Temasek. Selain itu, letaknya yang jadi transit perdagangan mancanegara, Temasek bisa memungkinkan sebagai pusat informasi dan komunikasi dakwah Islam, baik pada masa Kesultanan Malaka sampai awal abad ke-20.

Ada beberapa teori yang memperkirakan bagaimana Islam bisa tiba di Singapura. Pertama adalah teori Arab yang berlangsung pada abad ketujuh dan abad kedelapan, yang juga menyebarkan Islam ke negeri-negeri Nusantara lainnya. Kedua, teori India atau Gujarat yang digagas Snouck Hugronje.