Belajar Melawan Hipotermia dari Kisah Penyintas Musibah Pendakian

By Galih Pranata, Minggu, 3 Juli 2022 | 14:00 WIB
Para rombongan pendakian Merbabu via Wekas di tahun 2013 sebelum terjadinya musibah pendakian. (Moh Yudik AF)

Nationalgeographic.co.id—Kondisi medan pegunungan memang kerap kali sulit diprediksi. Bila dihujan badai, hanya dingin yang menggigit akan dirasakan. Banyak dari pendakian-pendakian berujung pada musibah. 

Kontributor penulis National Geographic Indonesia berbincang dengan Moh. Yudik Al Faruq, saksi hidup dari penyelamatan rekan pendakiannya yang terkena hipotermia. Kala itu, Yudik bersama dengan rekan-rekannya melakukan pendakian ke Gunung Merbabu, via Wekas, Magelang. 

Rombongannya berangkat menuju pendakian dari kampus negeri di Kota Solo, UNS. Mereka bergerak dengan sepeda motor menuju Merbabu pada 4 November 2013. 

Setelah sampai di puncak semua berjalan baik-baik saja, sampai akhirnya ketika mereka turun dan terpecah menjadi dua regu. Salah satu regu berjalan mendahului, sedang lainnya berjalan lebih lambat karena membersamai seorang wanita dan seorang yang mengalami cedera lutut.

Saat perjalanan turun—di regu yang berjalan lebih lambat—tatkala mereka istirahat sejenak, seorang wanita dalam rombongan mulai terlihat gerak-geriknya yang tak biasa. Tangannya bergetar, begitu juga bibirnya. Ia juga mengeluarkan seluruh isi koyo tempel, membukanya, dan menempelkan di sekujur tubuhnya.

Ketika regu itu kembali melanjutkan perjalanan, tiba-tiba sang wanita yang tadi kelihatan tak biasa gerak-geriknya, tiba-tiba tersungkur! Kejadian itu tepat berada di Pos Watu Tulis jalur Wekas. Diperkirakan, wanita itu mengalami hipotermia.

Salah satu orang yang semula telah berjalan mendahului wanita penderita hipotermia itu, naik kembali sembari berlari panik. Pertolongan secepatnya harus segera dilakukan sebelum Hipotermia merenggut nyawanya.

Yudik bersama rekan-rekannya berupaya untuk terus berkomunikasi dan menjaga kesadarannya. Dengan tetap sadar, penderita masih memiliki banyak kesempatan untuk dapat melawan hipotermianya.

Bergegas, tanpa adanya instruksi, masing-masing anggota rombongan mendirikan tenda, ada juga yang berusaha mendekap untuk memberi suhu hangat. Tenda darurat di atas sebuah batu yang tak jelas konturnya akhirnya berdiri.

"Pertolongan yang paling utama dilakukan adalah dengan memberikan suhu panas tubuh bagi anggota yang kondisi tubuhnya normal (memiliki suhu hangat dari tubuhnya)," sebut Yudik.

Akhirnya, salah seorang anggota masuk menemani seorang yang terkena hipotermia. Dekapan skin-to-skin dalam satu sleeping bag dilakukan untuk menghantarkan panas tubuh kepada tubuh penderita yang tengah kedinginan hebat. Dalam arti, sentuhan kulit dengan kulit dapat menyalurkan panas secara langsung.

Hamzah Al Ghifari dalam risetnya menyebut "kulit juga mengatur suhu tubuh serta jumlah keringat yang dikeluarkan." Kulit menghantarkan kalor yang memberikan suhu panas dalam tubuh.