Pemeriksaan Kapal-Kapal Pribumi oleh Pemerintah Kolonial Belanda

By Galih Pranata, Selasa, 5 Juli 2022 | 12:00 WIB
Pemeriksaan kapal pribumi oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda di perairan Sulawesi sekitar tahun 1916. Wilayah perairan yang dijaga sangat ketat, membuat kapal-kapal patroli Hindia Belanda selalu siap mengejar kapal-kapal asing yang mencurigakan. (Kapten AG Bond/Australian War Memorial)

Nationalgeographic.co.id—Pelabuhan Batavia merupakan titik inti dari jaringan perdagangan maritim bagian barat kepulauan Nusantara, sementara bagian timur diwakili oleh pelabuhan besar Makassar dan Surabaya.

Mulya Lillyana menulis dalam jurnal Mozaik: Kajian Sejarah berjudul Kebijakan Maritim di Hindia Belanda: Langkah komersil pemerintah kolonial yang terbit pada 2014. Ia menyebut "ketika pemerintah kolonial, yang juga berkedudukan di Batavia mengubah fokus maritim menjadi agraris, geografis kepulauan mulai dibagi dua: Jawa dan Madura."

"Pembagian ini berakibat pada terlantarnya pulau-pulau luar dan menjadi sebab munculnya jaringan perdagangan baru yaitu Outer Islands-SingapuraEropa, tanpa melewati Batavia," imbuhnya.

Singapura, yang disebutkan di atas, merupakan pelabuhan baru kreasi Thomas Stamford Raffles yang menguasai koloni Inggris di semenanjung Malaya.

Berbeda dengan Belanda, Inggris lebih dahulu menerapkan liberalisasi untuk mewujudkan free trade yang berdampak pada perkembangan pesat dalam bidang shipping atau perkapalan.

Menurut Mulya, persaingan yang dimenangkan Inggris dalam kemaritiman ini membuat Belanda bersedia meliberalisasi sistem maritim di Hindia Belanda. Namun, pada akhirnya kebijakan Belanda ini disebut sebagai "liberalisasi setengah hati" sebab free trade ala Belanda tidak sepenuhnya bebas.

Para pedagang Arab tiba di Semenanjung Malaka. (Wikimedia Commons)

Belanda hanya membebaskan pelabuhan Batavia sebagai pelabuhan internasional. Selain itu, Belanda masih menarik tarif bea cukai berbeda berdasarkan pelabuhan dan jenis shipping (asing dan lokal).

Kebijakan yang merupakan satu rangkaian aturan maritim adalah penetapan paspor kapal (ship’s passport). Dasar penetapan paspor kapal adalah tempat di mana kapal dibat.

Dalam hal ini, kapal lokal (dapat dibangun di Hindia Belanda maupun Belanda) mendapatkan ijin berlayar tahunan, sementara kapal buatan asing, di luar dua daerah tersebut, harus senantiasa memperbaharui paspor kapalnya.

Sudah sepatutnya, seluruh kapal yang tidak diproduksi pemerintah kolonial harus melapor dan mendaftarkan kapalnya agar tidak dicurigai atau diperiksa paksa oleh petugas.