Ketika Kultur dan Musik Punk Membuat Monarki Inggris Jadi Gerah

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Sabtu, 9 Juli 2022 | 11:00 WIB
Sampul gambar lagu God Save the Queen karya grup band punk rok Sex Pistols tahun 2010. Lagu ini berisi kritikan terhadap monarki Inggris dan Ratu yang dinilai tak acuh terhadap nasib Inggris. (Andrew Stawarz/Flickr)

Grup musik anti-materialistis berkembang muncul saat itu, salah satunya adalah Sex Pistols. Sex Pistols ditantang oleh Bill Grundy, presenter televisi BBC. Grundy bertujuan untuk menguji kebenaran anti-materialistis mereka dengan memberikan 40.000 poundsterling.

John Lydon alias Johnny Rotten, vokalis Sex Pistols mengucapkan sumpah serapah di dalam siaran, yang tentu saja bertentangan dengan kebijakan BBC. Akibatnya, band itu jadi sangat terkenal, tetapi karier Grundy merosot.

Ingram menulis, anggota Great London Council Bernard Partridge memandang grup band ini sebagai "antitesis umat manusia,' dan mengatakan bahwa punk rok secara luas merupakan hal yang 'memuakkan, menjijikkan, merendahkan, mengerikan, busuk, cabul, bejat [...] saya pikir sebagian besar dari kelompok-kelompok ini akan jauh lebih baik kalau mati mendadak."

Penampilan grup punk Sex Pistols di Saddleworth Civic Hall, Inggris pada 4 Februari 2017. (Man Alive!/Flickr)

1977, Sex Pistols membuat lagu "God Save the Queen". Band itu membantah rekaman ini adalah aksi yang direkayasa oleh Malcolm McLaren manajer mereka yang pernah jadi promotor New York Dolls.

Lagu itu menggunakan potret Ratu Elizabeth II dengan peniti di bibirnya dengan lengan rekaman yang menggambarkan huruf seperti tebusan di atas mata dan mulutnya. Sontak, lagu ini dilarang oleh BBC, tetapi malah membuatnya semakin populer. Pihak Kerajaan Inggris gerah, membuat Sex Pistols makin disorot oleh para pendukung monarki.

Lydon yang menulis liriknya, berpendapat bahwa lagu ini disalahpahami. Lagu itu sebenarnya adalah gagasan untuk marah tentang ketidakpedulian Ratu terhadap penduduk dan sikap acuh tak acuh dan ketidakpedulian kepada kita sebagai manusia.

Tahun 2022, di Metro.co.uk, dia menyatakan "Saya tidak memiliki permusuhan terhadap salah satu keluarga kerajaan. Tidak pernah. Institusinyalah yang mengganggu saya dan asumsi bahwa saya harus membayar (pajak) untuk itu."

7 Juni 1977, Ratu Elizabeth II sedang siap-siap merayakan yibelium perak, 25 tahun kekuasaan, dengan menyusuri Sungai Thames. Sex Pistols di bawah perusahaan Virgin Records sepakat untuk membuat label rekaman berjudul Anarchy in the UK.

Untuk promosi itu, band berlayar juga di sungai dari Westminster ke Tower Bridge dengan pesta perahu kecil. Mereka memulai pesta itu dengan lagu "Anarchy in the UK", "God Save the Queen", "No Feelings", "Pretty Vacant", dan "No Fun". Polisi segera mendatangi pesta perahu Sex Pistols dan melakukan penangkapan.

Beberapa tahun berikutnya, gerakan punk merosot seiring membaiknya kondisi ekonomi di Inggris. Punk kemudian menjadi bagian lagu arus utama sejak 1980-an, berikut dengan kultur mereka.