Temuan Arkeologi Sanggah Mitos Orang Sparta Membuang Bayi yang Cacat

By Sysilia Tanhati, Selasa, 19 Juli 2022 | 12:00 WIB
Plutarch menuliskan bahwa bayi Sparta diperiksa dengan saksama. Jika lemah dan cacat, mereka akan dibuang. Temuan arkeologi sanggah mitos orang sparta membuang bayi yang cacat. (Jean-Pierre Saint-Ours)

Nationalgeographic.co.id—Filsuf Yunani Plutarch menuliskan bagaimana orang Sparta menyerahkan bayi yang baru lahir ke dewan penatua untuk diperiksa. Bayi-bayi yang “sehat dan kuat” selamat. Namun bayi-bayi yang ditemukan “lemah atau cacat” dibiarkan di luar untuk mati, tulis Plutarch dalam biografinya Life of Lycurgus. Dalam biografi yang ditulisnya pada 100 Masehi itu, Plutarch mengungkapkan alasannya. “Tindakan itu akan lebih baik bagi si bayi dan kota, alih-alih hidup dengan kelemahan fisik di Sparta.” Benarkah orang Sparta membiarkan bayinya yang cacat itu meninggal? Temuan arkeologi sanggah mitos orang sparta membuang bayinya yang cacat.

Bahkan setelah 2.000 tahun, kisah Plutarch tentang bayi Sparta yang malang jadi gagasan umum tentang masyarakat Yunani kuno.

Para ahli di zaman modern mengutip catatan Plutarch untuk menekankan perbedaan antara masyarakat kuno dan modern. "Para ahli hanya berasumsi bayi yang cacat ditinggalkan di tempat terbuka,” kata arkeolog Universitas Sydney Lesley Beaumont.

Keyakinan itu juga telah digunakan sebagai pembenaran atas suatu tindakan di zaman modern. Ahli eugenika Nazi membenarkan tindakan membunuh orang cacat dengan mengutip mitos dari Sparta. "Ini digunakan untuk beberapa tujuan yang sangat jahat," ungkap Debby Sneed, seorang ahli klasik.

Bukti arkeologis tentang perlakuan pada bayi Sparta

Tetapi bukti arkeologis dan pengamatan lebih dekat pada sumber-sumber sastra menunjukkan bahwa legenda itu mungkin murni mitos. Sneed berpendapat bahwa menelantarkan bayi cacat bukanlah bagian yang diterima dari budaya Yunani kuno. Bahkan jika itu terjadi sesekali. Penelitian yang dilakukannya ini diterbitkan di jurnal Hesperia.

Meskipun pembunuhan bayi kadang-kadang terjadi di sebagian besar masyarakat—termasuk di zaman modern—banyak budaya yang menghindarinya. Ini termasuk budaya Yunani kuno, khususnya Sparta.

“Plutarch menulis tentang peristiwa yang terjadi 700 tahun sebelum dia lahir” tambah Sneed. Bahkan dalam catatannya, Plutarch sendiri menyebutkan raja Sparta yang luar biasa pendek. Meski Kakinya cacat, raja itu adalah seorang pemimpin yang baik, menurut Plutarch.

Seorang dokter Yunani anonim menulis sekitar 400 Sebelum Masehi menasihati dokter tentang bagaimana membantu orang dewasa yang memiliki tangan cacat sejak lahir. Semua petunjuk tekstual ini menunjukkan bayi yang lahir tampak berbeda hidup sampai dewasa sebagai anggota masyarakat yang produktif.

Ini menunjukkan bayi dengan masalah kesehatan saat lahir dirawat jauh melampaui minggu pertama kehidupan mereka.

Pada tahun 1931, misalnya, ekskavator menemukan sisa-sisa lebih dari 400 bayi di sebuah sumur di Athena. Dalam analisis 2018, para arkeolog menunjukkan sisa-sisa itu sebagian besar hanya berumur beberapa hari. Temuan ini konsisten dengan pola khas kematian bayi yang tinggi di dunia kuno, bukan pembunuhan bayi selektif.

Salah satu kerangka milik anak berusia 6 hingga 8 bulan dengan hidrosefalus parah. Kondisi ini mengakibatkan bentuk tengkorak yang tampak anomali dan seringkali berakibat fatal. “Bayi itu perlu dirawat sampai tingkat yang signifikan,” kata Sneed. “Orang-orang masih memberikan perawatan hingga akhirnya ia meninggal.”