Nationalgeographic.co.id—Dalam mitologi Yunani, tindakan kanibalisme tampaknya memiliki motif yang beragam. Bisa untuk menghindari penyakit, atau termotivasi oleh dendam atau kebencian.
Seperti halnya kisah kanibalisme Cronus. "Sebelum Zeus lahir, orang tuanya Rhea dan Cronus memiliki lima anak. Tetapi keluarga itu memiliki rahasia yang mengerikan," tulis Zeynep Tareen.
Zeynep menulisnya kepada The Collector dalam sebuah artikel berjudul Divine Hunger: Cannibalism in Greek Mythology yang terbit pada 1 Juli 2022.
Cronus melahap setiap anak segera setelah Rhea melahirkan mereka. Dia takut pada bayinya yang baru lahir karena peringatan kenabian bahwa salah satu anaknya suatu hari akan menggulingkannya.
Putus asa untuk menyelamatkan anak-anaknya agar tidak tertelan, Rhea meminta bantuan ibu Cronus, Gaea. Mereka menyembunyikan anak ke-6 Zeus di pulau Kreta dan menipu Cronus untuk menelan batu yang dibungkus dengan pakaian bayi.
Tatkala Zeus beranjak dewasa, memaksa ayahnya untuk memuntahkan anak-anak yang tertelan, dan mencopotnya dengan saudara-saudaranya yang bereinkarnasi. Perang sepuluh tahun antara dua generasi ini dikenal sebagai Pertempuran Titans.
Sementara konsep psikoanalitik Freud, "kecemasan pengebirian" menarik perhatian pada ketakutan anak laki-laki terhadap ayahnya, mitos ini juga berhubungan dengan ketakutan seorang ayah terhadap anak-anaknya.
Menurut Zeynep, konflik antara muda dan tua, kecemburuan dan ketakutan akan impotensi mengarah pada solusi permanen kanibalisme.
Kanibalisme memastikan bahwa Cronus, juga dikenal sebagai kembaran kosmologis Chronos (waktu), melahap segalanya untuk bertahan hidup seperti waktu yang membuang semuanya. Ruben menangkap Cronus dan menggambarkan Cronus dengan janggut putih, tubuh lemah, dan tongkat.
Versi berbeda dari mitologi Yunani melibatkan peristiwa mengerikan, ada sejak zaman kuno hingga periode Aleksandria. Ovid dan Apollodorus memberikan deskripsi tentang tindakan mengerikan: kanibalisme yang dimotivasi oleh kebencian.
Raja Tereus menikah dengan Procne, tetapi menculik dan memperkosa saudara perempuan istrinya Philomela. Dia mengurung Philomela di gedung terlantar, menjaga agar dia tidak melarikan diri.
Lebih parah lagi, Tereus memastikan bahwa Philomela tidak bisa berbicara. "Dia menarik lidahnya dengan penjepit dan memotongnya," tulis Zeynep. Philomena, tidak dapat berbicara dan mengalami tindak kekerasan Tereus.
Baca Juga: Aristoteles di Yunani Kuno: Lyceum Sebagai Tempat Belajar untuk Umum
Baca Juga: Belajar di Akademia, Pusat Pendidikan Yunani Kuno oleh Plato
Baca Juga: Jenazah Raja Yunani Kuno Aleksander Agung Pun Jadi Penyebab Perang
Namun, ia berusaha untuk memukul-mukul permadani untuk memberitahu nasibnya kepada saudara perempuannya, Procne. Procne akhirnya mengetahuinya dan mendendam kepada Tereus, suaminya.
Sebagai pembalasan, Procne membunuh putra satu-satunya Tereus, Itys dengan memotong tubuhnya, dan menyajikannya kepada Tereus sebagai makan malam yang lezat. Itys adalah anak kebanggaan Tereus, sebagai satu-satunya putra mahkota, penerus tahtanya.
Dengan wajah tak bersalah dan dengan riangnya, Procne menggulirkan kepada Itys di atas meja makannya. Kepalanya menggelinding sampai ke piring yang berada di hadapan Tereus.
Sang raja yang sudah kepalang memakan santap malamnya dengan semangat, dibuat terkejut. Ia baru menyadari bahwa daging yang dimakannya ialah daging putranya sendiri, Itys.
Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo