Nationalgeographic.co.id—Pada 11 Juni 323 Sebelum Masehi, Aleksander Agung meninggal dunia. Selama hidupnya, ia menaklukkan negara adidaya dan mendirikan kerajaan terbesar yang pernah ada. Hidupnya merupakan kisah paling menarik dalam sejarah. Bahkan setelah mati pun jenazah Aleksander Agung jadi penyebab perang berkepanjangan.
Kekacauan setelah kematian Aleksander Agung
Tak lama setelah kematiannya di Babilon, kekacauan merebak. Ia tidak menyebutkan penerus yang jelas dan orang Makedonia berdebat tentang nasib kekaisaran. Saking serunya mereka berselisih, jenazah Aleksander Agung dibiarkan berhari-hari tanpa pengawasan. Meski dibiarkan begitu saja di tengah panasnya udara Babilonia, menurut legenda, jenazahnya tidak mengalami pembusukan.
Perdikas, komandan Makedonia berpangkat tertinggi di Babilon, memerintahkan agar tubuh Aleksander dibalsam. Setelah itu, ia pun ditempatkan di peti mati emas.
Persiapan membawa Aleksander Agung ke tempat peristirahatan terakhirnya
Selama dua tahun berikutnya, jenazah Aleksander tetap berada di Babilon. Kereta pemakaman yang rumit dipersiapkan. Bukan kereta biasa, Perdikas memastikan kereta tersebut dirancang menyerupai kuil megah. Digambarkan duduk di antara para dewa, kereta tersebut memiliki kolom-kolom indah dan berlapis emas.
Kereta ditarik oleh 64 bagal (campuran antara kuda dengan keledai) yang masing-masing memiliki mahkota emas dan lonceng.
Kereta ini digunakan untuk mengantar jenazah Aleksander Agung kembali ke Aegae di Makedonia. Ini adalah tempat peristirahatan kuno Raja Makedonia. Namun ternyata, rencana pemindahan ini merupakan suatu kesalahan besar.
Ambisi Ptolemaios I Soter
Ptolemaios I Soter, gubernur Makedonia di Mesir, memiliki hubungan yang buruk dengan Perdikas. Sadar akan kekayaan dan potensi Mesir yang besar, Ptolemaios berambisi untuk melepaskan diri dari kendali Perdikas yang angkuh. “Menurutnya hal ini bisa dicapai jika ia mengambil alih tubuh Aleksander yang sudah tidak bernyawa,” ungkap Tristan Hughes di laman Battles of the Ancients.
Bagi Perdikas, Ptolemaios, dan penerus lainnya, tubuh Alexander lebih dari sekadar mayat. Jenazah tersebut merupakan jimat yang mewakili otoritas dan legitimasi di dunia baru pasca-kematian Aleksander Agung. Jadi, siapa pun yang mengendalikan jenazah tersebut, memegang kekuasaan besar di kerajaannya.
Perdikas sangat menyadari hal ini. Maka sejak kematian Alexander, ia menjaga jenazahnya dengan sebaik mungkin. Meski penjagaan ketat, ini tidak membuat menyurutkan niat Ptolemaios. Jika jenazah itu berada di tangannya, ia akan mendapatkan klaim dan hak untuk memerintah. Ini menjadi langkah awal untuk membangun kerajaannya kelak.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR