Dunia Hewan: Bangau Raksasa Terbang di Pulau Manusia Hobbit Indonesia

By Utomo Priyambodo, Sabtu, 23 Juli 2022 | 12:00 WIB
Dunia Hewan: burung bangau raksasa dulu hidup dengan komodo dan manusia hobbit di Flores. (Ilustrasi Gabriel Ugueto)

Nationalgeographic.co.id—Lebih dari 60.000 tahun lalu, dunia hewan memiliki banyak burung raksasa dan Pulau Flores di Indonesia adalah rumah bagi salah satu jenis burung raksasa yang memiliki tinggi lebih dari 1,5 meter. Pada masa yang sama, Flores juga dihuni oleh populasi hominin kecil yang disebut juga sebagai manusia hobbit yang tingginya hanya sekitar 90 sentimeter.

Manusia hobbit di Flores harus berbagi tempat dengan burung-burung kolosal yang tingginya hampir dua kali lipat dari mereka kala itu. Nama burung raksasa itu adalah Leptoptilos robustus.

Para ahli paleontologi sebelumnya mengira burung besar itu adalah spesies yang tidak dapat terbang yang telah beradaptasi untuk hidup di sebuah ekosistem pulau yang terisolasi. Namun hasil analisis terbaru terhadap fosilnya, termasuk tulang-tulang sayapnya, telah mengubah cerita tersebut.

Laporan mengenai hasil analisis fosil burung bangau ini telah terbit di jurnal Royal Society Open Science. Terlepas dari ukuran tubuhnya yang besar, lebar sayapnya yang 3,7 meter kemungkinan akan memungkinkan burung itu terbang di atas kepala-kepala manusia hobbit.

Pengetahuan baru ini mendorong ahli paleontologi untuk merevisi apa yang mereka pikirkan sebelumnya tentang anatomi dan perilaku L. robustus. Alih-alih pemburu mangsa kecil, studi baru ini justru menunjukkan burung itu mungkin pemulung seperti bangau terbang prasejarah lainnya yang diketahui mengandalkan bangkai herbivora untuk makanan mereka, seperti bangau marabou di sub-Sahara Afrika saat ini. Preferensi bangau Flores memakan bangkai bahkan dapat menjelaskan mengapa hewan itu akhirnya punah.

Selain burung besar, pulau itu adalah rumah bagi spesies Stegodon, kerabat dekat gajah yang telah punah, yang hanya tumbuh setinggi 1,2 meter dari telapak kaki hingga bahunya.

"Bangau-bangau raksasa itu bergantung pada mereka (Stegodon) untuk sebagian besar makanan mereka," kata Hanneke Meijer, ahli paleontologi dari University of Bergen yang menjadi peneliti utama studi baru ini, kepada National Geographic.

Meijer mengatakan bahwa tulang-tulang Stegodon ditemukan di samping tulang-tulang burung bangau itu di sebuah gua. Burung tersebut tidak mungkin memasuki gua itu tanpa ada sesuatu yang menarik perhatiannya.

Meijer dan rekan-rekannya mengusulkan, ketika Stegodon punah, burung L. robustus pun akhirnya ikut lenyap. Hewan-hewan lain di Pulau Flores yang mengandalkan mamalia sebagai sumber makanan, seperti komodo, berhasil bertahan hidup di tempat lain. Namun kepunahan L. robustus bertepatan dengan perubahan besar di Flores, yang dipicu oleh periode pemanasan menjelang akhir Zaman Es.

"Hipotesis kami adalah ketika Stegodon punah, seluruh ekosistem runtuh," tegas Meijer.

Baca Juga: Dunia Hewan: Selidik Kepala Burung Pelatuk yang Berfungsi Seperti Palu

Baca Juga: Sepuluh Temuan Paling Menarik dari Dunia Hewan Sepanjang Tahun 2021