Nationalgeographic.co.id—Kemampuan burung pelatuk menumbuk berulang kali dengan paruh mereka ke batang pohon telah sejak lama menarik perhatian ilmuwan. Mereka bertanya-tanya, bagaiaman burung pelatuk dapat berulang kali melakukannya tanpa merusak otaknya.
Hal itu kemudian menimbulkan gagasan bahwa tengkorak mereka harus bertindak seperti helm penyerap goncangan. Tapi ternyata penelitian terbaru justru membantah hal tersebut. Ilmuwan justru menemukan bahwa kepala burung pelatuk mirip seperti palu yang kaku.
Laporan lengkap penelitian tersebut telah diterbitkan dalam jurnal Current Biology pada 14 Juli 2022. Publikasi tersebut dapat diperoleh secara daring dengan judul "Woodpeckers minimize cranial absorption of shocks."
Pada penelitian ini, ilmuwan melakukan perhitungan dan menunjukkan bahwa peredam kejut apa pun akan menghalangi kemampuan mematuk burung pelatuk.
"Dengan menganalisis video berkecepatan tinggi dari tiga spesies burung pelatuk, kami menemukan bahwa burung pelatuk tidak menyerap guncangan akibat benturan dengan pohon,” kata Sam Van Wassenbergh dari Universiteit Antwerpen, Belgium, dilansir eurekalert.
Van Wassenbergh dan rekan-rekannya pertama-tama menghitung dampak perlambatan selama mematuk tiga spesies pelatuk. Mereka menggunakan data untuk membangun model biomekanik. Mereka mendapatkan kesimpulan bahwa penyerapan kejut apa pun pada tengkorak akan merugikan burung.
Tetapi jika tengkorak mereka tidak bertindak sebagai peredam kejut, apakah mematuk dengan kuat itu membahayakan otak mereka? Ternyata tidak.
Kekuatan mematuk tersebut memang melebihi ambang batas yang diketahui untuk gegar otak pada monyet dan manusia. Tapi otak burung pelatuk yang lebih kecil dapat menahannya.
Van Wassenbergh mengatakan bahwa burung pelatuk bisa membuat kesalahan. Misalnya jika mereka mematuk logam dengan kekuatan penuh.
Tapi kebiasaan mematuk mereka di batang pohon umumnya jauh di bawah ambang batas untuk menyebabkan gegar otak. Bahkan tanpa tengkorak mereka bertindak sebagai helm pelindung.
"Tidak adanya penyerapan kejutan tidak berarti otak mereka dalam bahaya selama dampak yang tampaknya keras," kata Van Wassenbergh.
Source | : | Current Biology,Eurekalert |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR