Dunia Hewan: Teman Sebaya Mungkin Kunci Pereda Stres bagi Gajah Yatim

By Warsono, Senin, 25 Juli 2022 | 07:00 WIB
Seperti manusia, gajah-gajah yang kehilangan induknya pun membutuhkan teman sebaya untuk berbagi rasa. (Walter Stein)

Meski tim kaget bahwa gajah yatim tidak menunjukkan tingkat stres yang tinggi dibanding gajah yang masih hidup bersama ibunya, faktanya kelompok sebaya tampaknya memainkan peran kunci seperti itu tidak mengagetkan.

Parker mengingat dua yatim dalam studi, Frida dan Rothko. “Frida memiliki telinga kiri terkulai dan Rothko memiliki telinga kanan terkulai,” dan mereka tidak terpisahkan, katanya. “Seolah-olah mereka memiliki sepasang telinga yang bagus selama mereka bersama!”

Penemuan itu juga cocok dengan riset sosial sebelumnya pada gajah afrika, kata Parker. “Para yatim meningkatkan interaksi dengan teman sebaya setelah kematian ibu mereka.” Dia mencatat dominasi itu adalah struktur berdasar usia pada gajah: Gajah yang lebih tua mungkin mengungguli gajah yang muda kalau tentang makanan, sebagai contoh, tetapi yang sebaya umumnya setara.

Mempersiapkan gajah yatim untuk sukses

Parker bekerja bersama gajah yatim di Suaka Gajah Reteti panti asuhan di Kenya bagian utara yang merehabilitasi dan melepaskan gajah muda.

Gajah-gajah itu ada di benaknya selama studi ini, katanya, karena penemuan menunjukkan bahwa melepaskan gajah yatim yang direhabilitasi dalam kelompok besar dengan gajah yang seumuran dapat mempersiapkan mereka untuk kesuksesan awal di alam liar.

Parker ingin melihat studi yang serupa dengan populasi gajah yang lebih banyak spesifik, seperti mereka yang menghadapi perburuan yang lebih ramai.

Kathleen Gobush, biolog kehidupan liar di African Elephant Specialist Group IUCN yang tidak terlibat dalam studi ini, berkata itu akan menarik untuk mengikuti kelompok gajah yang sama saat mereka menghadapi stresor akut, seperti gelombang kekeringan yang hebat atau gelombang perburuan baru.

“Yang digarisbawahi di sini adalah bahwa gajah membutuhkan gajah,” kata Gobush. “Dan saat sesuatu yang buruk terjadi, seperti kehilangan ibu, beberapa menemukan cara baru untuk bertahan hidup dan terus maju.”

   

Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo