JWST Telah Menunjukkan Dapat Mendeteksi Tanda Kehidupan Eksoplanet

By Utomo Priyambodo, Kamis, 28 Juli 2022 | 16:00 WIB
Ilustrasi Teleskop Luar Angkasa James Webb, terlipat dalam roket Ariane 5 saat peluncuran. (EPA)

Nationalgeographic.co.id—Di alam semesta ini, Bumi adalah satu-satunya tempat yang diketahui memiliki kehidupan. Sampai saat ini, para ilmuwan masih berusaha mencari tahu adakah kehidupan di planet lain di alam semesta ini.

Untuk mendeteksi kehidupan di planet yang jauh, ahli astrobiologi akan mempelajari cahaya bintang yang telah berinteraksi dengan permukaan atau atmosfer planet. Jika atmosfer atau permukaan diubah oleh kehidupan, cahaya mungkin membawa petunjuk, yang disebut "biosignature."

Untuk paruh pertama keberadaannya, Bumi memiliki atmosfer tanpa oksigen, meskipun memiliki kehidupan bersel tunggal yang sederhana. Biosignature Bumi sangat redup selama era awal ini.

Biosignature Bumi berubah tiba-tiba 2,4 miliar tahun yang lalu ketika keluarga ganggang baru berevolusi. Alga menggunakan proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen bebas –oksigen yang tidak terikat secara kimia dengan elemen lain. Sejak saat itu, atmosfer Bumi yang dipenuhi oksigen telah meninggalkan biosignature yang kuat dan mudah dideteksi pada cahaya yang melewatinya.

Ketika cahaya memantul dari permukaan material atau melewati gas, panjang gelombang cahaya tertentu lebih mungkin untuk tetap terperangkap di permukaan gas atau material daripada yang lain. Perangkap selektif panjang gelombang cahaya inilah yang menyebabkan benda memiliki warna yang berbeda.

Daun berwarna hijau karena klorofil sangat baik dalam menyerap cahaya dalam panjang gelombang merah dan biru. Saat cahaya mengenai daun, panjang gelombang merah dan biru diserap, meninggalkan sebagian besar cahaya hijau untuk memantul kembali ke mata Anda.

Pola cahaya yang hilang ditentukan oleh komposisi spesifik dari bahan yang berinteraksi dengan cahaya. Karena itu, para astronom dapat mempelajari sesuatu tentang komposisi atmosfer atau permukaan planet ekstrasurya dengan, pada dasarnya, mengukur warna cahaya tertentu yang berasal dari sebuah planet.

Metode ini dapat digunakan untuk mengenali keberadaan gas atmosfer tertentu yang terkait dengan kehidupan, seperti oksigen atau metana, karena gas-gas ini meninggalkan tanda yang sangat spesifik dalam cahaya. Metode ini juga bisa digunakan untuk mendeteksi warna aneh di permukaan planet.

Di Bumi, misalnya, klorofil dan pigmen lain yang digunakan tanaman dan ganggang untuk fotosintesis menangkap panjang gelombang cahaya tertentu. Pigmen ini menghasilkan warna khas yang dapat dideteksi dengan menggunakan kamera inframerah yang sensitif. Jika Anda melihat warna ini terpantul dari permukaan planet yang jauh, itu berpotensi menandakan keberadaan klorofil.

Teleskop di luar angkasa dan di Bumi

Chris Impey dan Daniel Apal, para profesor astronomi di University of Arizon, menjelaskan bahwa dibutuhkan teleskop yang sangat kuat untuk mendeteksi perubahan halus pada cahaya yang berasal dari planet ekstrasurya yang berpotensi layak huni. "Untuk saat ini, satu-satunya teleskop yang mampu melakukan hal seperti itu adalah Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST) yang baru," tulis mereka dalam artikel di The Conversation.

"Saat memulai operasi sains pada Juli 2022, James Webb membaca spektrum planet ekstrasurya gas WASP-96b. Spektrum menunjukkan keberadaan air dan awan, tetapi sebuah planet sebesar dan sepanas WASP-96b tidak mungkin menampung kehidupan," papar keduanya.