6.000 Tahun Silam, Orang Libya Memakan Biji Semangka Bukan Buahnya

By Ricky Jenihansen, Rabu, 3 Agustus 2022 | 13:00 WIB
semangka di Libya yang dimakan justru bijinya. (Femina.in)

Nationalgeographic.co.id—Penggalian arkeologi dari pemukiman Neolitik di Libya mengungkapkan bahwa 6.000 tahun yang lalu, semangka di Libya yang dimakan justru bijinya. Semangka tersebut dimanfaatkan bijinya karena bergizi, bukan daging buahnya.

Temuan tersebut setelah bukti ikonografis dari Mesir. Bukti tersebut menunjukkan bahwa bubur semangka dikonsumsi di sana sebagai makanan penutup sejak 4.360 tahun yang lalu. Temuan kali ini, merupakan biji semangka tertua yang diketahui.

Temuan ini diterbitkan dalam jurnal Molecular Biology and Evolution dengan judul "Genome sequencing of up to 6,000-yr-old Citrullus seeds reveals use of a bitter-fleshed species prior to watermelon domestication" baru-baru ini. Publikasi tersebut merupakan jurnal akses terbuka yang dapat diperoleh secara daring.

Untuk menjelaskan misteri tersebut, tim ilmuwan internasional membuat urutan genom dari benih Libya. Kemudian mereka juga mengurutkan genom satu set benih semangka berusia 3.300 tahun dari Sudan, serta dari koleksi herbarium di seluruh dunia yang dibuat antara tahun 1824 dan 2019.

Hasil mereka menunjukkan bahwa daging buah semangka Libya yang berusia 6.000 tahun berwarna putih dan pahit. Hal itu sesuai dengan kesimpulan bahwa tanaman ini dimanfaatkan untuk bijinya yang bergizi, bukan daging buahnya.

Para ilmuwan umumnya setuju bahwa semangka (Citrullus lanatus) berasal dari Afrika, tetapi persis di mana dan kapan semangka dengan daging merah dan manis pertama kali didomestikasi dari bentuk liarnya masih bisa diperdebatkan.

Data terbaru menunjukkan semangka dimulai di Lembah Nil, yang konsisten dengan bukti arkeologis.

Namun, benih berusia 6.000 tahun yang ditemukan di Uan Muhuggiag, tempat perlindungan batu di tempat yang sekarang menjadi Gurun Sahara di Libya, tampaknya bertentangan dengan penjelasan ini.

Biji Citrullus dari Uan Muhuggiag, Libya. (A. Bieniek)

"Benih semangka tertua tidak dapat diidentifikasi dengan aman sebagai milik bentuk domestikasi yang manis, atau sebagai salah satu bentuk liar yang pahit," jelas rekan penulis senior Profesor Susanne Renner.

Renner adalah seorang peneliti di Departemen Biologi. di Washington University, Saint Louis dan Fakultas Biologi, Botani Sistematis dan Mikologi di Universitas Munich.

"Benih dari tujuh spesies genus Citrullus pada dasarnya tidak dapat dibedakan," kata Renner.

"Sekarang, memiliki genom tingkat kromosom, kita dapat yakin bahwa orang Libya Neolitik memanfaatkan semangka berdaging pahit."

Menurut Renner, ia menduga mereka menggunakan buah-buahan untuk mendapatkan bijinya. "Yang bahkan hari ini dimakan dikeringkan atau dipanggang atau juga direbus dalam sup atau semur," renner menambahkan.

Sementara, penulis senior Guillaume Chomicki, seorang peneliti di School of Bioscience di University of Sheffield temuan ini merupakan teka-teki.

"Karena dianggap sebagai biji semangka sejati tertua," kata Chomicki.

"Namun mereka berasal dari Libya, yang tidak pernah dianggap sebagai tempat lahirnya domestikasi semangka."

Papirus de Kamara yang menggambarkan buah Citrullus (lingkaran merah), ditafsirkan sebagai semangka liar. (Renner et al.)

Para peneliti juga menemukan bahwa benih Libya berusia 6.000 tahun berasal dari bentuk Citrullus yang secara genetik dekat dengan penggunaan benih saat ini. Semangka itu berdaging pahit, jenis semangka egusi (Citrullus mucosospermus), sekarang ditemukan di Ghana, Benin, dan Nigeria di Afrika Barat.

Menurut tim, kemungkinan penggunaan biji Libya sebagai makanan ringan cocok dengan jejak retakan dari gigi manusia yang ditemukan dalam studi komputer-tomografi biji dari situs Uan Muhuggiag.

"Pemahaman baru yang tak terduga adalah bahwa Citrullus tampaknya awalnya dikumpulkan atau dibudidayakan untuk benihnya, bukan dagingnya yang manis, konsisten dengan pola kerusakan benih yang disebabkan oleh gigi manusia dalam bahan tertua di Libya," kata Chomicki.

"Studi ini mendokumentasikan penggunaan biji (bukan buah) dari kerabat semangka lebih dari 6.000 tahun yang lalu, sebelum semangka didomestikasi."

Menurut Renner, semangka spesies liar, serta bentuk yang didomestikasi memiliki sangat banyak biji yang lezat dan kaya minyak.

"Berbeda dengan daging buahnya, bijinya tidak pernah mengandung bahan kimia cucurbitacin yang sangat pahit. Makanan ringan dengan biji-bijian bergizi yang mudah didapat mungkin merupakan hal yang baik," kata Renner.

   

Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo