Nationalgeographic.co.id—Saat masih anak-anak, setiap harinya terasa hari yang panjang. Anak-anak bermain seharian dan merasa bisa bermain selamanya.
Begitupun saat masih remaja, hari-harinya terasa begitu panjang dengan seabrek kegiatan. Tapi mengapa semakin dewasa, hari-hari Anda terasa lebih singkat, waktu terasa lebih cepat?
Para peneliti sekarang memiliki penjelasan baru, mengapa hari-hari tanpa akhir masa kanak-kanak itu tampaknya berlangsung lebih lama daripada setelah dewasa. Menurut teori, perbedaan temporal yang berkaitan dengan ilmu fisika tampaknya dapat disalahkan atas hal tersebut.
Alasannya adalah bahwa 'waktu jam' yang terukur tidak sama dengan waktu yang dirasakan oleh pikiran manusia. Hasil penelitian tersebut dipublikasikan di European Review dengan judul "Why the Days Seem Shorter as We Get Older." Publikasi tersebut merupakan jurnal akses terbuka dan dapat diperoleh secara daring.
Menurut Adrian Bejan, JA. Jones Profesor Teknik Mesin di Duke University yang menjelaskan teori tersebut mengatakan, hal tersebut dapat dijelaskan menggunakan teori fisika.
Perlambatan dan pemrosesan gambar oleh otak dianggap menjadi alasan mengapa persepsi kita terhadap waktu berbeda, bagi orang-orang dewasa waktu berlalu lebih cepat.
Ia menjelaskan, 'waktu pikiran' adalah urutan gambar, yaitu refleksi alam yang diberi respon oleh rangsangan dari organ indera. Tingkat perubahan citra mental yang dirasakan menurun seiring bertambahnya usia.
Hal itu karena beberapa fitur fisik yang berubah seiring bertambahnya usia. Ketidaksejajaran antara waktu citra mental dan waktu jam berfungsi untuk menyatukan volume yang banyak.
"Orang-orang, sering kagum dengan seberapa banyak yang mereka ingat dari hari-hari yang mereka lalui saat masih muda atau anak-anak," kata Bejan.
"Tapi sebenarnya itu bukan karena pengalaman yang lebih bermakna atau berkesan."
Menurutnya, hal itu karena saat masih muda atau anak-anak pemprosesan gambar oleh otak terjadi lebih cepat dan lebih banyak gambar yang direkam.
Sedangkan ketika seseorang menjadi dewasa dan menua, lanjutnya, jaringan saraf dan neuron menjadi lebih kompleks dan proses pengaturan informasi yang masuk ke otak menjadi lebih panjang dibandingkan saat masih anak-anak atau remaja.
Bejan mengaitkan fenomena ini dengan perubahan fisik pada tubuh manusia yang menua. Saat jaringan saraf dan neuron yang kusut menjadi matang, mereka tumbuh dalam ukuran dan kompleksitas, yang mengarah ke jalur yang lebih panjang untuk dilalui sinyal.
Saat jalur tersebut kemudian mulai menua, jalur tersebut juga menurun, memberikan lebih banyak hambatan terhadap aliran sinyal listrik.
Fenomena ini menyebabkan tingkat di mana gambaran mental baru diperoleh dan diproses menurun seiring bertambahnya usia.
Fenomena itu pula yang menurutnya dapat menjelaskan mengapa anak bayi berkedip lebih banyak dibandingkan orang dewasa. Otak yang lebih muda memproses lebih banyak. Mata bayi lebih sering bergerak, memperoleh dan mengintegrasikan lebih banyak informasi dibandingkan orang dewasa.
Pada akhirnya adalah, karena orang yang lebih tua melihat lebih sedikit gambar baru. Jadi meski itu dalam jumlah waktu yang sebenarnya sama, tapi semuanya terasa berlalu lebih cepat bagi orang dewasa.
Hari-hari bagi orang dewasa terasa berlalu lebih cepat, merasa tidak pernah cukup waktu dibandingkan saat masih anak-anak atau ketika remaja.
"Pikiran manusia merasakan perubahan waktu ketika gambar yang dirasakan berubah," kata Bejan.
"Saat ini berbeda dari masa lalu karena pandangan mental telah berubah, bukan karena jam seseorang berdering."
Hari-hari, lanjutnya, tampak lebih lama di masa muda Anda. "Karena pikiran muda menerima lebih banyak gambar selama satu hari daripada pikiran yang sama di usia tua," kata Bejan.