Dikatakan bahwa dialah yang meracuni mantan penasihat utamanya, Sextus Afranius Burrus, dengan mengganti obat-obatannya dengan racun.
Baca Juga: Agrippina: Permaisuri Kaisar Romawi yang Rela Dibunuh Anaknya Sendiri
Baca Juga: Wanita-Wanita Tangguh dalam Pertarungan Brutal Gladiator Romawi
Baca Juga: Benarkah Kaisar Romawi Nero yang Membakar Roma dan Melakukan Inses?
Kita dapat menyadari dari contoh-contoh seperti itu bahwa racun adalah salah satu metode pembunuhan utama di Romawi kuno. Pembunuhan diam-diam, biasanya tidak terduga dan membuat korbannya lengah. Dan untuk wanita seperti Locusta dari Galia, ada banyak pekerjaan yang bisa dilakukan.
Kali ini, Nero membutuhkan jasanya yang mematikan, karena Claudius memiliki seorang putra, Britannicus. Nero takut jika ia kelak akan menjadi ancaman dan merebut takhta. “Meskipun anak itu bahkan belum menginjak remaja,” tambah Vučković.
Locusta harus membuat racun yang akan membunuh Britannicus secepat mungkin. Sumber sejarah menyatakan bahwa Locusta menggunakan Atropa Belladonna, salah satu tanaman yang mematikan. Arsenik, henbane, mandrake, aconite dari monk's hood, colchicum, hellebore, dan ekstrak yew juga bisa menjadi salah satu bahannya. Ini adalah salah satu racun yang paling efisien dan terkenal di masa itu.
Ketika waktu untuk meracuni Britannicus tiba, ia gagal. Tampaknya Locusta memilih arsenik, tetapi menggunakan dosis yang terlalu kecil. Sang peramu racun ingin membuat kematian tampak lebih alami dan tidak mencurigakan. Meski ingin berhati-hati, Nero sangat marah ketika pembunuhan itu tidak berhasil.
Dia secara pribadi mencambuk Locusta karena kegagalannya dan memerintahkannya untuk memberikan dosis penuh. Nero tidak lagi peduli dengan kehati-hatian. Dan untuk memastikan keefektifan racun tersebut, Nero memerintahkan Locusta untuk mengujinya pada anak-anak. Ketika kematian terlalu lambat, atau racunnya tidak efektif, mereka meningkatkan dosisnya.
Pembunuhan pesaing muda Nero
Pembunuhan Britannicus direncanakan saat makan malam. Dia dibawakan minuman panas, yang harus dicicipi oleh pencicip makanannya. Ketika semuanya baik-baik saja, Britannicus memerintahkannya agar air tersebut didinginkan. Kali ini, air minum tersebut dicampur dengan racun. Racun bekerja dengan baik, Britannicus segera mengalami efeknya. Tacitus menyatakan bahwa bocah itu "langsung kehilangan suara dan napas."