Kampanye Guadalcanal: Histori Pertempuran Sengit Amerika-Jepang

By Galih Pranata, Sabtu, 13 Agustus 2022 | 11:00 WIB
Penyerbuan para marinir Amerika Serikat ke Guadalcanal pada 7 Agustus 1942. (U.S. National Archives/Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.idSelama delapan bulan pada akhir tahun 1942 dan awal tahun 1943, nasib sekelompok pulau dengan sedikit penghuni di Pasifik Barat Daya menarik perhatian Amerika Serikat dan Jepang.

"Kemenangan spektakuler Amerika di Midway telah menghancurkan empat kapal induk Jepang dan secara efektif mengakhiri kemajuan Jepang pada musim semi 1942," tulis Robert Farley kepada The Diplomat.

Ia menulis dalam sebuah artikel berjudul "The Guadalcanal Campaign: Then and Now" yang terbit pada 1 Agustus 2022. Setelah banyak perdebatan, komandan senior AS memutuskan Kepulauan Solomon sebagai target serangan Sekutu pertama di Pasifik.

Dari Agustus 1942 sampai Februari 1943 Amerika kehilangan dua kapal induk dan banyak kapal penjelajah, sementara Jepang kehilangan dua kapal perang, satu kapal induk, banyak kapal kecil. Kampanye Guadalcanal, bahkan lebih hebat dari Pertempuran Midway, merobek jantung kekuatan udara angkatan laut Jepang.

Pasukan Jepang mendarat tanpa perlawanan di beberapa titik di Kepulauan Solomon pada April 1942. Pada saat itu, pulau-pulau tersebut diduduki oleh penduduk asli (kebanyakan bekerja di bidang perikanan dan pertanian subsisten, atau di beberapa perkebunan besar yang dimiliki dan dioperasikan oleh otoritas kolonial), serta beberapa pengawas Eropa.

"Tidak seperti Hindia Belanda dan koloni Inggris di Asia Tenggara, Kepulauan Solomon memberikan nilai ekonomi yang kecil bagi Jepang," imbuh Farley. Benteng-benteng penting Jepang di Solomon timur adalah Tulagi, yang memiliki pelabuhan alami, dan Guadalcanal untuk membangun lapangan terbang yang cukup besar.

Setelah kemenangan di Pertempuran Laut Karang dan Midway, Sekutu sedang mencari kesempatan untuk menyerang. Mereka menyadari ancaman yang ditimbulkan oleh perambahan lebih lanjut oleh Jepang di Pasifik Selatan terhadap hubungan logistik dengan Australia.

Para komandan Pasifik juga percaya bahwa Guadalcanal sebagai target yang ideal. Setelah beberapa perdebatan dengan Jenderal Douglas MacArthur di Australia dan lobi Europe First di Washington, operasi sebagai bentuk kampanye Guadalcanal itu disetujui.

Kepulauan Georgia Baru, kelompok pulau vulkanik di negara Kepulauan Solomon, barat daya Samudra Pasifik, 90 mil (145 km) barat laut Guadalcanal. Perubahan iklim dan kenaikan muka laut mengancam negeri kepulauan di penjuru dunia. (Michael Pitts/Nature Picture Library)

"Pada 7 Agustus 1942 marinir AS mendarat di empat pantai di rantai Kepulauan Solomon, termasuk Tulagi, dua pulau kecil, dan Guadalcanal," terusnya. Pada bulan Agustus 1942, Sekutu dan Jepang akan bertemu dalam pertempuran penting untuk Guadalcanal.

Dengan Amerika yang secara genting menguasai Henderson Field, Jepang mati-matian berusaha untuk memperkuat pulau itu dan mendorong Amerika kembali ke laut.

Untuk mencapai hal ini, Jepang akan menjalankan kapal perang dengan pasukan dan persediaan di "The Slot" (Selat New Georgia) pada malam hari untuk menghindari Angkatan Udara Amerika yang beroperasi di Henderson Field.

Pasukan The Slot berakhir di Selat Savo, tak jauh dari Guadalcanal tempat armada Amerika ditempatkan untuk melindungi Marinir di Guadalcanal. Setelah sejumlah pertempuran laut yang brutal dan sengit, tempat ini mendapatkan nama baru: Selat Ironbottom.

Malam pertama, setelah pendaratan di Guadalcanal, sebuah angkatan laut kecil Jepang yang terdiri dari tujuh kapal penjelajah dan sebuah kapal perusak, mengejutkan pasukan Amerika yang lebih besar dan mengalahkan mereka di Pertempuran Pulau Savo Sound.

 Baca Juga: 'Kapal-Kapal Hantu' Perang Dunia II Muncul di Pasifik Setelah Erupsi

 Baca Juga: Komunitas Korea Utara di Jepang, Jejak Nyata Perang Dunia II dan Korea

 Baca Juga: Film 'Onoda', Kisah Nyata Gerilya Tentara Jepang Meski Perang Usai

Akibat serangan itu, Amerika kehilangan tiga kapal penjelajah berat, sementara Australia terpaksa menenggelamkan yang lain. Angkatan Laut Amerika dan Jepang akan bertemu lagi pada bulan Oktober 1942, yang kemudian dikenal sebagai Pertempuran Tanjung Esperance.

Kali ini Amerika memiliki kejutan tersendiri untuk Jepang berkat panggilan radio yang buruk antara komandan Amerika. Meskipun kebingungan, Laksamana Muda Norman Scott dengan cekatan memerintahkan kapal-kapalnya dalam pertempuran malam yang ganas.

Dalam aksi cepat dan penuh kekerasan dari jarak dekat, kapal-kapal Amerika membuat kapal penjelajah dan kapal perusak Jepang karam dan membunuh seorang komandan Jepang.

Sebulan setelah aksi di Tanjung Esperance, Jepang dan Amerika akan ancang-ancang sekali lagi. Sering disebut Pertempuran Laut Guadalcanal, insiden itu sebenarnya adalah dua pertempuran terpisah pada malam-malam berturut-turut.

Para marinir Amerika Serikat selama kampanye Guadalcanal pada 1942. (Wikimedia Commons)

Malam pertama pertempuran, 13 November 1942, melihat pasukan Amerika yang lebih rendah mencegat pasukan Jepang yang lebih besar yang bermaksud menembaki Henderson Field.

Meskipun kalah senjata, kapal-kapal Amerika melepaskan pusaran api kepada pasukan Jepang. Situasi dengan cepat memburuk dan berubah menjadi pertempuran laut yang mencekam di malam hari.

Setelah 40 menit pertempuran sengit, kedua belah pihak memutuskan kontak. Pertarungan itu telah merugikan satu kapal perang Jepang dan satu kapal perusak, bersama dengan kerusakan pada hampir setiap kapal lainnya.

Dengan situasi di Guadalcanal menjadi mengerikan, pada 30 November Jepang membuat rencana untuk menghidupkan kembali Tokyo Express dalam upaya terakhir untuk mempertahankan pulau itu.

Pada saat pertarungan untuk Guadalcanal berakhir, Selat Ironbottom telah menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi sekitar 50 kapal dan ribuan pelaut dari kedua belah pihak.