Nationalgeographic.co.id - Ketika Hadrian menjadi kaisar pada tahun 117 Masehi, salah satu tindakan pertamanya adalah mengurangi kekuasaan kekaisaran yang luas. Ia mengabaikan penaklukan terbaru pendahulunya. Hadrian merasa bahwa banyak orang di dalam perbatasan tidak senang. Dari Britania sampai Yudea, penduduknya siap untuk beralih ke kekerasan guna menyelesaikan keluhan. Salah satunya adalah masyarakat Yahudi yang mulai kesal karena Romawi mengingkari janji-janjinya. Kekesalan menimbulkan pemberontakan, salah satunya dipimpin oleh Bar Kokhba. Legenda Bar Kokhba, pemberontak Yahudi yang gigih melawan serangan Romawi, terus dikenang hingga kini.
Tur mengelilingi provinsi-provinsi Romawi
Alih-alih ekspansi, Kaisar Hadrian lebih memilih untuk berhemat. “Inilah yang jadi doktrin sentral dari kebijakan dalam dan luar negerinya,” tutur Lindsay Powell penulis buku Bar Kokhba: The Jew Who Defied Hadrian and Challenged the Might of Rome.
Untuk mengatasi masalah ini, Hadrian memulai tur ekstensif selama beberapa tahun ke provinsi-provinsi. Setelah mengamankan posisi politiknya sebagai kaisar, ia meninggalkan Roma untuk memeriksa tiga puluh legiun di kamp mereka. Dalam perjalanannya, sang kaisar memeriksa pejabat publik dan mendistribusikan bantuan pada masyarakat. Ini termasuk membangun kembali kuil dan teater, dan bahkan seluruh kota. Salah satu proyek rekonstruksi perkotaan ini bahkan mungkin menjadi penyebab perang.
Pada musim semi tahun 130 M, Hadrian tiba di Yudea, kemudian wilayah prokonsuler kecil di pantai timur Mediterania. Wilayah itu terjepit di antara provinsi-provinsi besar dan kaya di Suriah, Arabia Petraea, dan Mesir. Di kota utamanya Kaisarea, Hadrian bertemu dengan gubernurnya Quintus Tineius Rufus. Diyakinkan olehnya bahwa semuanya baik-baik saja di provinsi itu, kaisar dan rombongannya melanjutkan ke Yerusalem.
Perjanjian yang dibuat Hadrian dan aturan berat administrator Romawi membuat resah orang Yahudi
Teks-teks Yahudi merujuk pada janji Hadrian untuk membangun kembali Bait Suci. Bangunan besar bagi Yahwe ini dihancurkan oleh pasukan di bawah Titus pada tahun 70 Masehi. Harapan mereka pupus ketika terungkap bahwa tidak ada niat nyata untuk menunaikan janji.
Frustrasi Yahudi diperparah oleh kebijakan lain yang diterapkan secara berat oleh administrator Romawi. Teks-teks Yahudi dan Romawi merujuk pada larangan sunat, komitmen dasar terhadap perjanjian antara orang Yahudi dan Tuhan mereka. Diduga, ada larangan membaca Taurat—lima buku pertama dari Alkitab Ibrani—dan pengamatan hari Sabat.
Apakah Hadrian bermaksud untuk meremehkan populasi Yahudi? Tidak jelas apa maksud Hadrian, tetapi tindakannya itu membuat penduduk lokal marah.
Pemberontakan yang dipimpin oleh sang Anak Bintang
Mengusir orang-orang Romawi dari Yudea tampaknya merupakan satu-satunya tindakan. Untuk memimpin pemberontakan, seorang pria bernama Shim'on maju ke depan.
Shim'on Ben Kosiba (Simon anak Kosiba) adalah seorang Yahudi yang taat. Teks-teks agama Yahudi menggambarkan dia sebagai gibbor, pria yang kuat bagai Samson. Sejarah gereja Kristen awal menggambarkannya sebagai panglima perang yang kejam dan brutal. “Bahkan ada yang menyatakan bahwa ia adalah seorang penyihir yang bermain trik dengan api,” tambah Powell.
Teks-teks Yahudi menyatakan bahwa Rabi Akiba, orang bijak yang dihormati, menganggap bahwa Shim'on adalah prajurit yang diurapi. Ia yang akan memimpin orang-orang Yahudi menuju penebusan. Rabi Akika menyatakannya sebagai Raja Mesiah dan menamainya Bar Kokhba, 'Anak Bintang'.
Para sejarawan Kristen juga menyebutnya Chochebas atau Barchochebas. Orang-orang Kristen yang mengikuti 'Anak Allah' menolak orang Yahudi sebagai mesias palsu. Periode ini menandai titik di mana Yudaisme dan Kristen terpisah secara permanen.
Perang Yahudi Kedua
Hadrian meninggalkan Yudea pada akhir musim panas, 130 Masehi. Orang-orang Yahudi kemudian memulai persiapan mereka untuk berperang. Tentara pemberontak mulai menguasai kota-kota dan desa-desa di seluruh Yudea. Mereka dengan cepat membentuk administrasi independen.
Pada pertengahan tahun 133 Masehi, kendali Romawi atas wilayah tersebut secara efektif telah berhenti. Hukum Romawi digantikan oleh Hukum Musa. Koin-koin Romawi dipenuhi dengan lambang-lambang dan pesan-pesan yang disetujui dari pemerintahan baru Yahudi. Shim'on menyebut dirinya sebagai nasi atau 'presiden'. Dia menyebut negaranya Israel.
Baca Juga: Jatuhnya Takhta Romawi Barat, Tanda Dimulainya Abad Pertengahan
Baca Juga: Spartacus, Gladiator yang Pimpin Pemberontakan Budak Melawan Romawi
Baca Juga: Zenobia, Ratu Pemberontak di Suriah yang Menantang Kekaisaran Romawi
Tineius Rufus sangat meremehkan kecepatan dan luasnya pemberontakan Yahudi. Dia memiliki dua legiun serta beberapa unit tentara tambahan di bawah komando langsungnya. Tanggapan awalnya untuk menangani krisis terbukti tidak efektif dan dia memakan banyak korban.
Rufus mengimbau rekan-rekannya di provinsi tetangga untuk datang membantunya. Upayanya untuk melibatkan musuh dalam rencananya tidak berhasil karena Shim'on menolak untuk bertemu orang Romawi.
Mengarahkan pemberontakan dari Herodium, Shim'on memiliki semua keuntungan. Milisi Yahudinya yang bermotivasi tinggi, jadi ujian bagi tentara Romawi profesional yang sangat terlatih. Mereka dipersenjatai ringan dengan sling atau busur dan anak panah komposit, dilengkapi dengan pedang dan tombak.
Strategi mereka adalah menyergap pasukan Romawi yang sedang berbaris. Mereka keluar dari tempat persembunyian dan menghilang dengan cepat.
Frustrasi oleh kurangnya kemajuan, Hadrian memerintahkan komandan terbaiknya untuk memimpin operasi kontra-pemberontakan. Pria itu adalah Sextus Julius Severus, gubernur Britania. Ia memiliki kemampuan strategis dan taktis saat melakukan pemberontakan di Britania.
Tiba pada tahun 134 Masehi, Severus membawa perwira dan pasukan yang dipilih sendiri dan segera mulai bekerja. Pasukannya sekarang dilengkapi dengan detasemen legiun dari kamp-kamp sejauh sungai Danube dan Tigris. Dia membagi satuan tugas, terdiri dari orang-orang dari sekitar sembilan legiun, menjadi unit-unit tempur yang lebih kecil. Mereka secara sistematis menyerang permukiman yang dibentengi dan membawa perang ke Shim'on.
Perlahan tetapi pasti, strategi baru Severus terbukti efektif. Satu demi satu kota dan desa jatuh ke tangan gladius. Tulang dan koin yang ditemukan di Horbat 'Etri membuktikan kebrutalan kebijakan Vasatio Romawi. Itu adalah pembalasan yang mengerikan dengan baja dan api menyerang musuh Rakyat Romawi. Saat perang berlangsung, nasib Israel yang dikuasai pemberontak memburuk dan korban meningkat.
Pertahanan terakhir di Betar
Surat-surat dari Shim'on mengungkapkan rasa frustrasinya yang semakin besar terhadap komandan kampnya sendiri. Si komandan tampak malas atau tidak memperhatikan ancaman yang semakin besar.
Sementara itu, milisi dan warga sipil Yahudi yang melarikan diri mulai berkumpul di Betar. Di sana, pada tahun 135 Masehi, Shim'on Ben Kosiba membuat benteng terakhirnya. Para arkeolog percaya bahwa Battir modern di Palestina merupakan Betar. Sisa-sisa tembok sirkuit pertahanan yang dibangun dengan tergesa-gesa telah ditemukan di sana.
Sebuah prasasti yang ditemukan di Battir mengungkapkan bahwa dua legiun—V Macedonica dan XI Claudia—berkemah di sana. Mereka mengepung dan mengepung kota itu dengan tembok. Disegel oleh pengepungan, legiun melancarkan serangan langsung.
Shim'on dilaporkan tewas dalam serangan itu. Teks-teks Yahudi mencatat bahwa jalan-jalan, ladang-ladang, dan sungai-sungai berwarna merah darah akibat pembantaian yang terjadi. Betar pun berhasil ditaklukkan tentara Romawi.
Kemenangan Romawi
Pengungsi terakhir melarikan diri ke gua-gua di atas Ein Gedi di Laut Mati. Orang Romawi juga mengejar mereka di sana. Mereka menghadapi akhir yang mengerikan. Sisa-sisa kamp tentara di puncak tebing ngarai Nahal Hever menunjukkan bahwa orang-orang Romawi hanya menunggu. Orang-orang yang terperangkap gua mati kelaparan.
Pada 136 Masehi, semuanya berakhir. Jenazah dan barang-barang yang mereka bawa, seperti keranjang, pakaian, kunci rumah, dan dokumen, ditemukan oleh para arkeolog.
Orang-orang Yahudi yang ditawan dijual di pasar budak di Hebron atau dikirim dari Gaza ke provinsi Romawi lainnya. Di sana mereka menjadi bagian dari Diaspora. Dengan dekrit Hadrian, orang-orang Yahudi dilarang memasuki kota barunya.
Jenderal Hadrian menerima penghargaan kemenangan. Banyak dari prajurit diberi penghargaan atas keberaniannya. Yudea sendiri diserap menjadi tetangganya dan provinsi gabungan itu berganti nama menjadi Syria Palaestina.
“Meski kalah, Bar Kokhba dianggap sebagai pahlawan,” ungkap Powell. Gambarnya kerap muncul di antara tokoh-tokoh sejarah Yahudi yang terkenal. Sang Anak Bintang masih menjadi subjek buku anak-anak yang digunakan di sekolah-sekolah di Israel. Ia pun dirayakan pada hari suci Lag B'Omer tahunan dengan api unggun dan lagu.