Peran Dokter Radjiman dan Rumah Sakit Kadipala untuk Pribumi

By Galih Pranata, Kamis, 18 Agustus 2022 | 15:00 WIB
Kondisi salah satu bagian ruang dari Rumah Sakit Kadipala (Kadipolo) Surakarta yang telah puluhan tahun lamanya ditinggalkan. (Fajar Luqman Al Hakim)

Nationalgeographic.co.id—Hari ini kondisi bekas Rumah Sakit Kadipala (Kadipolo) mengenaskan, usang dan terbengkalai. Tak sedikit stigma mistis disandarkan padanya. Dari masa ke masa turut dalam cerita horor yang tak ada habisnya.

Di balik wajahnya yang terkesan angker, bangunan bekas rumah sakit ini punya sisi historis yang panjang. Bisa dikatakan bahwa kehadirannya di Surakarta menjadi yang ketiga tertua sepanjang sejarah.

Gusmiyuda Pri Martin menulis dalam skripsinya berjudul Revitalisasi Cagar Budaya Ex Rumah Sakit Kadipolo Solo Sebagai Museum Kesehatan Berbasis Wallness Tourism yang terbit di tahun 2022.

Ia menyebut bahwa "RS Kadipala jadi rumah sakit ketiga tertua di Surakarta setelah Zending Ziekenhuis (Rumah Sakit Jebres) dan Ziekenzorg Ziekenhuis (Rumah Sakit Mangkubumen)."

Kedua rumah sakit itu merupakan rintisan pemerintah Hindia Belanda yang dominan melayani orang-orang Eropa saja. Rumah sakit dan para dokter Belanda menjadi pelayan publik, meskipun masih menerapkan penggolongan pelayanan. Penetapan kelas sosial menjadi standarisasi pelayanan publik di zaman Hindia Belanda.

Stratifikasi atau penggolongan kelas sosial membagi orang Eropa sebagai pemuncak tatanan sosial, sedangkan kaum bumiputra atau pribumi (penduduk asli) menempati kelas terendah dalam stratifikasinya.

Akibat sering mendapatkan marjinalisasi dari pelayanan orang Eropa, masyarakat pribumi yang miskin mulai kesulitan mencari pelayanan kesehatan. Beruntung, beberapa tahun kemudian berdiri rumah sakit untuk pribumi.

Jauh sebelum pendirian rumah sakit untuk pribumi, Pakubuwana X memiliki seorang dokter pribumi yang tangkas dan berani. Ia adalah Radjiman Wedyodiningrat yang telah mengabdi sebagai dokter keraton sejak 1905.

Ia menjadi dokter di sebuah klinik yang menangani keluarga kerajaan. Ia menggagas klinik yang diberi nama Panti Hoesodo untuk melayani para abdi dalem keraton hingga masyarakat pribumi, khususnya yang kurang secara finansial.

Potret Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat (paling kanan) bersama dengan para dokter dan pelayan rumah sakit Kadipala Surakarta sekitar tahun 1915. (KITLV)

Berkat loyalitas kerjanya bagi pelayanan kesehatan keraton, Radjiman mendapat gelar kehormatan Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.), tersemat dalam namanya, Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat. 

Di masa itu, Radjiman sudah menyadari penderitaan yang dirasakan para penduduk asli Jawa. Langkah ini penting sekali bagi dokter Radjiman, sebab dengan berdirinya rumah sakit akan sangat membantu pengembangan dan peningkatan pelayanan kesehatan untuk masyarakat.