Di Balik Kepemimpinan Kaisar Romawi, Ada Wanita Kuat dan Berpengaruh

By Sysilia Tanhati, Kamis, 18 Agustus 2022 | 08:00 WIB
Wanita Romawi memiliki hak yang terbatas, namun ada juga yang sangat berpengaruh. Misalnya istri dan ibu kaisar. Di balik kepemimpinan kaisar Romawi, ada wanita kuat dan berpengaruh. (Wikipedia)

Nationalgeographic.co.id—Nilai seorang wanita di Romawi Kuno diukur berdasarkan kecantikannya, sifat keibuan, martabat, keterampilan berbicara, dan kemampuan menenun wol. Wanita Romawi memiliki hak dan jalan hidup yang terbatas jika dibandingan dengan pria. Namun beberapa berhasil mendapatkan kekuasaan dan pengaruh politik yang tidak boleh dipandang sebelah mata. Sementara sejarah kuno didominasi oleh pria, istri para Kaisar juga memiliki pengaruh besar. Berkuasa dan dihormati, tidak jarang mereka membuktikan kecakapan politik di hadapan masyarakat Romawi. Pengaruh mereka mungkin tidak selalu tercatat dalam buku-buku sejarah, tetapi dirasakan oleh orang-orang sezamannya. Di balik kepemimpinan kaisar Romawi, ada wanita kuat dan berpengaruh.

Livia Drusila

Livia adalah putri seorang senator dan menikah pada usia muda dengan sepupunya, Tiberius Claudius Nero. Mereka memiliki 2 orang anak. Setelah menghabiskan waktu di Sisilia dan Italia, Livia dan keluarganya kembali ke Roma. Konon, kaisar Octavianus jatuh cinta padanya, terlepas dari kenyataan bahwa keduanya sudah memiliki pasangan hidup.

Setelah masing-masing bercerai, pasangan itu menikah. “Tidak seperti pendahulunya, Livia memainkan peran aktif dalam politik,” tutur Sarah Roller di laman History Hit. Ia bertindak sebagai penasihat suaminya dan menggunakan perannya sebagai istri untuk memengaruhi semua pengambilan kebijakan.

Belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Romawi, Octavianus bahkan memberi Livia kekuasaan untuk mengatur keuangan dan urusannya sendiri.

Setelah wafat, Octavianus (kaisar Augustus) mewariskan sepertiga dari hartanya dan menganugerahi Livia gelar Augusta. “Secara efektif, ini memastikan kekuatan dan statusnya setelah kematian suaminya itu,” tambah Roller.

Putranya, kaisar baru Tiberius, semakin frustrasi dengan kekuatan dan pengaruh ibunya. Pengaruh sang ibu sulit dihilangkan. Pasalnya, meski Livia tidak memiliki gelar formal, ia memiliki banyak sekutu dan pengaruh politik.

Dia meninggal pada tahun 29 Masehi. Beberapa tahun kemudian, ketika cucunya Claudius menjadi kaisar, status dan kehormatan Livia dipulihkan. Wanita kuat di zaman Romawi ini pun didewakan sebagai Augusta Ilahi. Ia tetap menjadi tokoh penting dalam kehidupan publik lama setelah kematiannya.

Messalina

Valeria Messalina adalah istri ketiga kaisar Claudius. Ia lahir dalam keluarga yang kuat dan menikahi Claudius pada tahun 38 Masehi. Sejarah menggambarkannya sebagai permaisuri yang kejam dan licik dengan nafsu seksual tinggi. Dikabarkan menganiaya, mengasingkan atau mengeksekusi saingan politik dan pribadinya. “Nama Messalina menjadi identik dengan kejahatan,” Roller juga menambahkan.

Terlepas dari kekuatannya yang tampaknya tak terbatas, ia pun mendapatkan balasan atas perbuatannya. Desas-desus beredar bahwa ia mengadakan pernikahan besar dengan kekasihnya, senator Gaius Silius. Ketika berita itu sampai di telinga Claudius, dia merasa terganggu. Saat mengunjungi rumah Silius, sang kaisar menemukan berbagai macam pusaka keluarga kekaisaran yang telah diberikan Messalina kepada kekasihnya.

Permaisuri itu dieksekusi atas tuntutan Claudius di Taman Lucullus. Senat kemudian memerintahkan damnatio memoriae, menghapus nama dan gambar Messalina dari semua tempat umum dan pribadi.

Fulvia

Asal usul Fulvia agak tidak jelas, tetapi tampaknya dia mungkin bagian dari keluarga plebs Romawi yang kaya. Fulvia menikah tiga kali selama hidupnya. Pertama dengan politisi Clodius Pulcher, kedua dengan konsul Scribonius Curio, dan akhirnya dengan Mark Antony.

Minatnya untuk politik berkembang selama pernikahan pertamanya. Ia menyadari bahwa garis keturunan dan pengaruhnya dapat mempromosikan karir suaminya dan meningkatkan kekayaan.

Setelah kematian suami keduanya pada 49 Sebelum Masehi, Fulvia menjadi janda yang paling dicari. Dengan sekutu politik yang kuat dan harta keluarga, dia bisa menawarkan banyak bantuan kepada suaminya dalam kehidupan publik.

Pernikahan terakhirnya dengan Mark Antony dikenang mengingat hubungannya dengan Cleopatra. Karena perselingkuhan Mark antony, Fulvia digambarkan sebagai istri berbakti yang sering ditinggalkan di rumah.

Agrippina Muda

Dilabeli oleh beberapa sejarawan sebagai 'permaisuri sejati pertama Romawi', Agrippina Muda lahir dalam dinasti Julio-Claudian. Kakaknya, Caligula, menjadi kaisar pada tahun 37 Masehi dan kehidupan Agrippina berubah secara dramatis. Setelah merencanakan kudeta, ia diasingkan selama beberapa tahun, sampai Caligula meninggal. Pamannya, Claudius, mengundangnya kembali ke Roma.

Yang mengejutkan (bahkan menurut standar Romawi), dia kemudian menikahi Claudius, pamannya sendiri, setelah kematian Messalina. Tidak seperti permaisuri sebelumnya, Agrippina menggunakan kekuatan keras, bukan hanya pengaruh politik yang lembut.

Ia menjadi pasangan yang terlihat bagi suaminya, duduk di sampingnya sebagai pasangannya dalam acara-acara kenegaraan. Lima tahun berikutnya terbukti menjadi tahun yang relatif makmur dan stabil.

Tidak puas dengan berbagi kekuasaan, Agrippina membunuh Claudius. Tujuannya agar putranya yang berusia 16 tahun, Nero, dapat menggantikannya sebagai kaisar. Dengan seorang remaja di atas takhta, kekuatannya jadi makin besar. Dia bisa bertindak sebagai wali kaisar remaja itu. Ikonografi, termasuk koin dari masa itu, menunjukkan Agrippina dan Nero sebagai wajah kekuasaan.

Keseimbangan kekuatan ini tidak bertahan lama. Nero menjadi bosan dengan ibunya yang terlalu berpengaruh. Nero pun dikabarkan membunuhnya dalam skema rumit yang awalnya dirancang agar terlihat seperti kecelakaan. Agrippina populer dan Nero tidak ingin merusak citra publiknya karena pembunuhan sang ibu. Rencananya dan popularitasnya anjlok setelah insiden tersebut.

Helena Augusta

Dikenal sebagai Santa Helena, ia dilahirkan dengan asal-usul yang relatif sederhana di suatu tempat di Yunani. Tidak ada yang cukup jelas bagaimana atau kapan Helena bertemu Kaisar Konstantius. Bahkan bagaimana persisnya hubungan keduanya tidak diketahui dengan jelas. Mereka berpisah sebelum tahun 289 Masehi, ketika Konstantius menikahi Theodora, seorang istri yang lebih cocok dengan statusnya yang sedang naik daun.

Pernikahan Helena dan Konstantius melahirkan satu putra: calon kaisar Konstantinus I. Pada aksesi, Helena dibawa kembali ke kehidupan publik dari ketidakjelasan. Diberi gelar Augusta Imperatrix, dia diberi akses ke dana kerajaan yang hampir tak terbatas. Helena ditugaskan untuk menemukan relik Kristen yang penting.

Dalam pencariannya, Helena melakukan perjalanan ke Palaestinia, Yerusalem dan Suriah. Ia mendirikan gereja-gereja penting dan membantu meningkatkan profil Kekristenan di Kekaisaran Romawi.

Julia Domna

Lahir dari keluarga Arab di Suriah Romawi, keluarga Julia adalah raja imam yang kuat dan sangat kaya. Dia menikahi calon kaisar Septimius Severus pada tahun 187 Masehi ketika dia masih menjadi gubernur Lugdunum. Berbagai sumber sejarah menyatakan bahwa pasangan itu bahagia bersama.

   

Baca Juga: Lima Kaisar Romawi yang Tangannya Paling Berdarah dalam Sejarah

Baca Juga: Jabatan yang Menggiurkan, Bagaimana Orang Romawi Bisa Jadi Kaisar?

Baca Juga: Hiburan Paling Brutal Sepanjang Sejarah, dari Viking hingga Romawi

Baca Juga: Silau akan Harta, Alasan Mengapa Orang Romawi Sukses dalam Peperangan

    

Domna menjadi permaisuri pada tahun 197 Masehi, menemani suaminya dalam kampanye militernya. Dengan setia, ia tinggal di kamp tentara bersamanya. Domna secara luas dihormati dan dipuja. Septimius Severus dikatakan mengindahkan nasihatnya dan bersandar padanya untuk nasihat politik. Dia diberikan gelar kehormatan dan koin dicetak dengan gambarnya.

Setelah kematian Severus pada tahun 211 Masehi, Domna mempertahankan peran yang relatif aktif dalam politik. “Ia membantu menengahi perseteruan putranya, Caracalla dan Geta, yang seharusnya memerintah bersama,” imbuh Roller.

Setelah kematian Caracalla selama perang dengan Parthia, ia memilih untuk bunuh diri. Ia lebih memilih mati daripada menderita penghinaan dan rasa malu setelah kejatuhan keluarga.