"Kami memberikan wawasan unik tentang karakteristik molekuler yang berpotensi memengaruhi konstruksi wajah manusia," kata Esteller. "Kami menyarankan bahwa determinan yang sama ini berkorelasi dengan atribut fisik dan perilaku yang membentuk manusia."
Beberapa keterbatasan penelitian termasuk ukuran sampel yang kecil, penggunaan gambar hitam-putih dua dimensi, dan dominasi peserta Eropa. Terlepas dari peringatan ini, temuan ini dapat memberikan dasar molekuler untuk aplikasi masa depan di berbagai bidang seperti biomedis, evolusi, dan forensik.
“Kami telah melihat banyak contoh bagaimana algoritma wajah yang ada telah digunakan untuk memperkuat bias rasial yang ada dalam hal-hal seperti perumahan dan perekrutan pekerjaan dan profil kriminal,” kata Martschenko kepada Times.
"Hasil ini akan memiliki implikasi di masa depan dalam kedokteran forensik: merekonstruksi wajah penjahat dari DNA dan dalam diagnosis genetik: foto wajah pasien akan memberi Anda petunjuk tentang genom mana yang dia miliki," kata Esteller. "Melalui upaya kolaboratif, tantangan utamanya adalah memprediksi struktur wajah manusia berdasarkan lanskap multiomik individu."
Nah, itulah jawaban yang ditemukan oleh para ilmuwan melalui studi DNA. Jadi, sekarang Anda sudah mengerti mengapa bisa ditemukan seseorang yang memiliki wajah mirip padahal mereka bukan kembar.
Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo