Ternyata, Doppelganger Tidak Hanya Mirip tapi Mereka Juga Berbagi DNA

By Wawan Setiawan, Sabtu, 27 Agustus 2022 | 10:00 WIB
Ilmuwan menggunakan analisis DNA untuk mencari tahu penyebab kemiripan seseorang. (Darin Rania/Hipwee)

Nationalgeographic.co.id - Pernahkah Anda menemukan seseorang yang memiliki wajah yang mirip dengan seseorang yang Anda kenal? Padahal dia bukanlah kembarannya. Mungkin istilah kerennya Doppelganger. Penelitian terbaru ini mencoba mengungkap mengapa hal itu bisa terjadi. Apa penyebabnya?

Ilmuwan menggunakan analisis DNA untuk mencari tahu penyebab kemiripan seseorang. Mereka mengungkapkan bahwa kesamaan wajah yang kuat dikaitkan dengan varian genetik yang sama. Hasil temuan ini telah diterbitkan di jurnal Cell Reports pada 23 Agustus 2022 dengan judul "Look-alike humans identified by facial recognition algorithms show genetic similarities."

"Studi kami memberikan wawasan langka tentang kemiripan manusia dengan menunjukkan bahwa orang-orang dengan wajah yang sangat mirip memiliki genotipe yang sama. Meski mereka tidak selaras pada tingkat epigenom dan mikrobioma," kata penulis senior Manel Esteller dari Josep Carreras Leukemia Research Institute di Barcelona, Spanyol. "Genom mengelompokkan mereka bersama-sama, dan sisanya membedakan mereka."

Jumlah orang yang diidentifikasi secara daring sebagai kembar atau ganda vitual yang secara genetik tidak terkait telah meningkat karena perluasan World Wide Web atau Waring Wena Wanua. Kemungkinan bertukar gambar manusia di seluruh planet ini. Dalam studi baru, Esteller dan timnya mulai membuat karakterisasi pada tingkat molekuler, manusia acak yang secara objektif berbagi fitur wajah.

Untuk melakukannya, mereka merekrut manusia ganda dari karya fotografi François Brunelle. Ia adalah seorang seniman Kanada yang telah memperoleh gambar-gambar mirip di seluruh dunia sejak 1999. Mereka memperoleh gambar kepala dari 32 pasangan yang mirip. Para peneliti menentukan ukuran kemiripan yang objektif untuk pasangan menggunakan tiga algoritma pengenalan wajah yang berbeda.

Manusia yang mirip memiliki genotipe yang sama dan berbeda dalam metilasi DNA dan lanskap mikrobioma mereka. ( Courtesy of François Brunelle)

Selain itu, para peserta menyelesaikan kuesioner biometrik dan gaya hidup yang komprehensif dan memberikan DNA air liur untuk analisis multiomik. "Set sampel unik ini memungkinkan kami mempelajari bagaimana genomik, epigenomik, dan mikrobioma dapat berkontribusi pada kemiripan manusia," kata Esteller.

Secara keseluruhan, hasilnya mengungkapkan bahwa individu-individu ini memiliki genotipe yang sama. Akan tetapi berbeda dalam metilasi DNA dan lanskap mikrobioma mereka. Setengah dari pasangan yang mirip dikelompokkan bersama oleh ketiga algoritma. Analisis genetik mengungkapkan bahwa 9 dari 16 pasangan ini berkumpul bersama, berdasarkan 19.277 polimorfisme nukleotida tunggal yang umum.

 Baca Juga: Doppelgänger, Alasan di Balik Wajah Kembar Meski Bukan Saudara

 Baca Juga: Misteri Doppelganger, 'Roh Ganda' dari Zaman Kuno hingga Modern

 Baca Juga: Delusi Capgras, Ketika Orang Terdekat Dianggap Sebagai Doppelganger

Selain itu, ciri-ciri fisik seperti berat dan tinggi badan, serta ciri-ciri perilaku seperti merokok dan pendidikan, berkorelasi dalam pasangan yang mirip. Secara keseluruhan, hasilnya menunjukkan bahwa variasi genetik bersama tidak hanya berhubungan dengan penampilan fisik yang serupa, tetapi juga dapat memengaruhi kebiasaan dan perilaku umum. Sangat menarik!

"Kami memberikan wawasan unik tentang karakteristik molekuler yang berpotensi memengaruhi konstruksi wajah manusia," kata Esteller. "Kami menyarankan bahwa determinan yang sama ini berkorelasi dengan atribut fisik dan perilaku yang membentuk manusia."

Beberapa keterbatasan penelitian termasuk ukuran sampel yang kecil, penggunaan gambar hitam-putih dua dimensi, dan dominasi peserta Eropa. Terlepas dari peringatan ini, temuan ini dapat memberikan dasar molekuler untuk aplikasi masa depan di berbagai bidang seperti biomedis, evolusi, dan forensik.

“Kami telah melihat banyak contoh bagaimana algoritma wajah yang ada telah digunakan untuk memperkuat bias rasial yang ada dalam hal-hal seperti perumahan dan perekrutan pekerjaan dan profil kriminal,” kata Martschenko kepada Times.

"Hasil ini akan memiliki implikasi di masa depan dalam kedokteran forensik: merekonstruksi wajah penjahat dari DNA dan dalam diagnosis genetik: foto wajah pasien akan memberi Anda petunjuk tentang genom mana yang dia miliki," kata Esteller. "Melalui upaya kolaboratif, tantangan utamanya adalah memprediksi struktur wajah manusia berdasarkan lanskap multiomik individu."

Nah, itulah jawaban yang ditemukan oleh para ilmuwan melalui studi DNA. Jadi, sekarang Anda sudah mengerti mengapa bisa ditemukan seseorang yang memiliki wajah mirip padahal mereka bukan kembar.

Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo