Gundik dan Ancaman Moral Akibat Percampuran Darah Jawa-Belanda

By Galih Pranata, Rabu, 31 Agustus 2022 | 11:00 WIB
Potret Nyai di antara para serdadu militer Hindia Belanda. (Flip Peeter.s)

Nationalgeographic.co.id—Henri van Kol, seorang anggota Parlemen Belanda, pernah membuat catatan saat perjalanannya ke Hindia Belanda yang diterbitkan tahun 1903. Catatannya mengisahkan tentang isu pergundikan yang tengah marak.

Van Kol menemukan sebuah permukiman Indo, anak dari hasil percampuran darah Jawa-Belanda yang mengkhawatirkan.

Kisah perjalanannya ditulis oleh Gani A. Jaelani dalam jurnal Patanjala berjudul Dilema Negara Kolonial: Seksualitas dan Moralitas di Hindia Belanda Awal Abad XX yang terbit pada 2019.

Dalam jurnalnya, Gani menulis tentang catatan van Kol yang mengakui: "tidak dapat dipungkiri bahwa praktik pergundikan para tentara Hindia adalah sebuah keburukan, dan akibat fatal yang muncul darinya tidaklah kecil."

Catatan itu mengungkap kekhawatiran yang ditimbulkan akibat adanya pergundikan, sehingga menyebabkan percampuran darah pribumi dengan Belanda. Tulisan itu juga didasarkan atas pengamatannya ketika sedang dalam perjalanan dari Salatiga ke Magelang.

"Di sana, ia menemukan suatu kelompok sosial yang lahir dari percampuran darah antara orang Eropa dan Pribumi. Anak-anak ini, dalam pandangannya cukup negatif," imbuh Gani.

Henri van Kol menyebut sekelompok Indo ini dengan sebutan 'orang liar.' Dalam catatannya, ia menulis: "Orang-orang liar itu telah menciptakan satu jenis kaum proletar yang menyedihkan."

Baginya, kemiskinan di kalangan Indo adalah kesalahan pemerintah Hindia Belanda. Tingkat kemiskinan di antara orang-orang Indo sangat tinggi, kehidupan mereka menyedihkan dan masa depan mereka pun suram.

Mereka mengenaskan, "tinggal di ratusan rumah di lingkungan kumuh kota-kota Hindia Belanda, serta di perkampungan kotor dekat tangsi-tangsi," terusnya. Gani juga menyebut bahwa mereka tidak mau atau tidak cocok dengan pekerjaan yang jujur, sehingga hidup sebagai pengangguran.

Para Indo mendiami gubuk-gubuk reyot dalam lingkungan bermoral bobrok dan menyambung hidup hanya dengan usaha-usaha ilegal. Ada yang gemar berjudi, ada juga yang menyelundupkan candu.

Banyak di antara mereka juga yang mendulang keuntungan dari rumah-rumah bordil serta menjual kehormatan anak perempuannya. sebagian dari mereka menyambung hidup dengan mengemis atau memeras. Hanya sedikit yang berhasil mencari makan dengan cara yang baik.

Pasangan Indo-Eropa diambil pada 1900. (Circa/KITLV)